My site...cekidot... ^^

Saturday, August 29, 2009

THALASEMIA DAN EKSTRAKSI GIGI

II. 1 THALASEMIA

II.1.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Definisi
Thalasemia berasal dari Bahasa Yunani Thalassa yang berarti laut, karena penyakit ini pertama kali dilihat pada orang – orang yang berasal dari mediterania dan haema yang berarti darah. Penyakit ini merupakan kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang secara umum terdapat penurunan kecepatan sintesis pada satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin dan diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (α,β,δ), dimana yang paling sering ditemukan adalah kelompok α dan β thalasemia.1
Sindroma thalasemia adalah suatu kelompok gangguan hemoglobin bawaan di mana sintesis satu atau lebih polipeptida hemoglobin normal tidak ada atau menurun yang menyebabkan penurunan hemoglobinisasi eritrosit, mikrositemia, dan hipokromia. Tetapi ketidakseimbangan sintesis yang berkelanjutan pada rantai globin menyebabkan presipitasi intraselular, perubahan karakteristik aliran sel darah merah, dan destruksi prematur. Yang terakhir menyebabkan komponen hemolitik yang bermakna pada kelompok kelainan eritrosit ini.2

Klasifikasi 3,4

Klasifikasi thalasemia secara klinis
Klinis Keterangan
Hidrops Fetalis Thalasemia alpha dengan delesi 4 gen
Thalasemia mayor Bentuk thalasemia homozigot
Thalasemia β° atau kombinasi dengan thalasemia β lain
Thalasemia Intermedia Thalasemia β homozigot
Thalasemia β heterozigot
Thalasemia δβ dan hemoglobin fetus persisten herediter
Penyakit hemoglobin H
Thalasemia minor Sifat thalasemia β°
Sifat thalasemia β+
Sifat thalasemia δβ
Sifat thalasemia α°
Sifat thalasemia α+
Tabel 1. Klasifikasi thalasemia secara klinis
(Sumber: Hoffbrand, A.V, Petit, J.E, Moss, P.A.H., 2005, Kapita Selekta Hematologi, Jakarta : EGC)

Thalasemia dikelompokkan menurut jenis rantai globin yang tidak ada atau yang ada namun jumlahnya lebih sedikit. Masing – masing thalasemia terjadi dalam bentuk heterozigot atau homozigot.
Seseorang yang kekurangan produksi rantai protein globin alpha dikatakan sebagai penderita thalasemia alpha. Rantai globin alpha terdiri dari 4 gen yang dapat ditemukan pada kromosom 16.
Individu yang memiliki satu gen alpha yang abnormal disebut sebagai thalasemia alpha atau “silent carier”. Kondisi ini terjadi karena satu dari keempat gen alpha hilang atau mengalami defek. Secara umum tidak terdapat gangguan kesehatan karena kehilangan alpha globin protein yang kecil sehingga tidak terjadi anemia. Penderita ini disebut “silent carier” karena kesulitan untuk mendeteksi kelainannya. Biasanya penderita ini terdiagnosa setelah sepasang individu normal memiliki seorang anak dengan penyakit Hb H atau thalasemia alpha minor. Diagnosa juga dapat ditegakkan dengan melakukan tes DNA khusus.
Seorang individu dengan dua gen alpha yang abnormal disebut sebagai penderita thalasemia alpha trait. Kedua gen abnormal bisa terdapat pada satu kromosom atau pada masing – masing kromosom yang berpasangan terdapat satu gen yang abnormal. Pada keadaan ini dapat terjadi anemia ringan.
Bila seorang individu kehilangan 3 gen alpha atau terdapat 3 gen yang abnormal dapat menyebabkan terjadinya anemia mikrositik hipokrom yang cukup berat. Pada individu yang kehilangan keempat gen alpha akan menekan sintesi rantai alpha seluruhnya, dimana rantai alpha merupakan sesuatu yang esensial dalam hemoglobin fetus dan dewasa, akibatnya terjadi kematian dalam kandungan yang disebut sebagai hidrops fetalis.

Seseorang dikatakan sebagai penderita thalasemia β apabila tidak ada rantai β atau sedikit rantai β yang disintesis. Rasio sintesis α berbanding β yang normal adalah 1 : 1, rasio ini menurun pada thalasemia α dan meningkat pada thalasemia β. Pada thalasemia mayor rantai alpha yang berlebih berpresipitasi dalam eritroblas dan eritrosit matur, menyebabkan eritropoiesis inefektif dan hemolisis berat yang khas untuk penyakit ini. Makin banyak kelebihan rantai alpha, maka makin berat anemia yang terjadi. Produksi rantai γ membantu ‘membersihkan’ rantai alpha yang berlebih dan memperbaiki keadaan tersebut.
Berbeda dengan thalasemia-α, mayoritas lesi genetik pada thalasemia beta adalah mutasi titik dan bukan delesi gen. Mutasi ini dapat terjadi dalam kompleks gen itu sendiri atau pada regio promotor atau penyakit. Mutasi tertentu terutama sering terdapat pada beberapa komunitas dan ini dapat mempermudah penegakan diagnosis antenatal yang bertujuan untuk mendeteksi adanya mutasi pada DNA janin. Thalasemia β mayor sering kali merupakan akibat diturunkannya dua mutasi yang berbeda, masing-masing mengenai sintesis globin-β (heterozigot campuran). Pada beberapa kasus terjadi delesi gen β atau bahkan gen δ, β, dan γ. Pada kasus lain, crossing over yang tidak seimbang menghasilkan gen fusi (disebut sindrom Lepore yang dinamakan menurut keluarga pertama yang terdiagnosis menderita penyakit ini).
Pada thalasemia-β (minor), biasanya tanpa gejala seperti pada thalasemia-α yang ditandai oleh gambaran darah mikrositik hipokrom (MCV dan MCH yanag sangat rendah) tetapi jumlah eritrosit tinggi (>5.5x1012/1) dan anemia ringan (hemoglobin 10-15 g/dl). Kelainan ini biasanya lebih berat dari kelainan pada thalasemia α. Pemeriksaan kadar Hb α2 yang tinggi (>3.5%) dapat membantu memastikan diagnosis. Salah satu indikasi terpenting untuk menegakkan diagnosis adalah karena diagnosis memungkinkan dilakukannya konseling pranatal pada pasien dengan seorang pasangan yang juga mempunyai kelainan hemoglobin yang nyata. Jika keduanya membawa sifat thalasemia β sebanyak 25% anaknya beresiko untuk menderita thalasemia mayor.3

II.1.2 EPIDEMIOLOGI
Penderita thalasemia ditemukan tersebar di seluruh dunia dan paling sering ditemukan di wilayah Mediterania, Asia Tengah, Asia Tenggara, India, Pakistan, dan Afrika. Thalasemia dapat ditemukan secara sporadis di semua kelompok rasial, termasuk orang kulit putih di Eropa Utara.3

II.1.3 PATOFISIOLOGI
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan atau perubahan (mutasi) pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Bila kelainan pada gen globin alpha maka penyakitnya disebut thalassemia alpha, sedangkan kelainan pada gen globin beta akan menyebabkan penyakit thalassemia beta.
Di Indonesia thalassemia beta lebih sering didapat. Thalasemia beta diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal / sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (homosigot / Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia.6
Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapat gen globin yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya, maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah, maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin normal dari kedua orang tuanya.6

Pembawa sifat thalassemia :7
Sebaiknya semua orang Indonesia dalam masa usia subur diperiksa kemungkinan membawa sifat thalassemia beta. Karena frekuensi pembawa sifat thalassemia di Indonesia berkisar antara 6 – 10%, artinya setiap 100 orang ada 6 sampai 10 orang pembawa sifat thalassemia beta. Tetapi bila ada riwayat seperti di bawah ini, pemeriksaan pembawa sifat thalassemia sangat dianjurkan:
1. Ada saudara sedarah menderita thalassemia.
2. Kadar hemoglobin relatif rendah antara 10-12 g/dl, walaupun sudah minum obat penambah darah seperti zat besi.
3. Ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal walaupun keadaan Hb normal.

II.1.4 MANIFESTASI KLINIS

II.1.4.1 Manifestasi Klinis Ekstraoral
Manifestasi klinis dari semua thalasemia adalah berhubungan dengan sifat hemopoietik ekstramedularis reaktif dari penyakit dan lebih menonjol dibandingkan pada anemia hemolitik sel sabit. Tidak seperti anemia sel sabit, krisis yang menyakitkan tidak terjadi, tetapi nyeri tulang telah dilaporkan pada konsentrasi hemoglobin yang rendah karena hyperplasia sumsum tulang.2
Pasien tersebut biasanya kecil jika dibandingkan dengan usianya dan memiliki bentuk wajah yang khas (fasies Cooley), yaitu mata yang terpisah lebar, punggung hidung yang terdepresi, pipi yang menonjol, tulang frontal dan parietal yang menonjol, dan mata yang sembab. Derajat deformitas sefalofasial berhubungan dengan keparahan penyakit dan saat terapi diberikan.2,3
Pada thalasemia beta mayor, anemia berat menyadi nyata pada usia 3-6 bulan. Pembesaran hati dan limpa terjadi akibat destruksi eritrosit yang berlebihan, hemopoiesis ekstramedula, dan lebih lanjut akibat penimbunan besi. Limpa yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan meningkatkan volume plasma, destruksi eritrosit, dan cadangan eritrosit.

II.1.4.2 Manifestasi Klinis Perioral dan Intraoral
Manifestasi oral terlihat dari hipertrofi dan remodeling maksila yang sering menyebabkan maloklusi. Overbite parah dengan gigi maksila anterior yang protrusi dan renggang atau prominen namun berjejal dapat terjadi. Segmen posterior dapat mengalami pergeseran ke bukal dengan disertai ekspansi prosesus alveolar. 2
Banyak pasien mengalami maloklusi, inflamasi ginggiva dan karies gigi anterior akibat ketidakmampuan untuk mengatupkan mulutnya dan akibat bernapas melalui mulut.8
Gigi kadang – kadang menunjukkan perubahan morfologis seperti menurunnya diameter bukolingual, gigi molar kedua dan premolar yang kecil dan bertambahnya jumlah lekuk, pit, dan fisura. Enamel dan dentin mengandung zat besi dengan konsentrasi yang lebih tinggi, yang berhubungan dengan jumlah transfusi darah tiap tahun. Overload zat besi karena regimen transfusi darah yang intensif dapat menyebabkan sindrom sika, serta nyeri dan pembengkakan kelenjar parotis akibat deposit zat besi di kelenjar serosa.
Glosodinia dan hilangnya papilla lidah, mirip dengan yang terjadi pada anemia defisiensi besi dan defisiensi asam folat, adalah penyulit yang sering dari thalasemia minor.

II.1.4.3 Gambaran Radiologik

II.1.4.3.1 Radiologik Sefalofasial
Reaksi periosteal dan nekrosis iskemik fokal tidak terjadi pada thalasemia. tulang tengkorak mungkin menunjukkan penebalan kortikal yang jelas dan gambaran sunburst atau hair-on-end yang tidak lazim pada trabekula korteks. Obliterasi sinus paranasal dapat terjadi akibat hiperplasia sumsum tulang, dan hanya sinus etmoid yang terhindar.

II.1.4.3.2 Radiologik Dental
Temuan radiologik dental mirip dengan penyakit sel sabit. Osteoporosis, pelebaran ruang trabekula, atau ruang rarefaction menyeluruh dengan gambaran trabekula ‘sarang lebah’ (honeycomb) dapat ditemukan. Kadang – kadang radiolusensi sirkular pada apeks akar dikelirukan dengan lesi patologis. Trabekula yang tersisa tampak menonjol dan disebut striasi lamellar kompensatorik. Juga lamina dura tampak tipis. Perubahan radiologik tersebut disebabkan oleh pertumbuhan yang berlebihan persisten sumsum tulang yang membentuk eritrosit, yang menyebabkan pembesaran rongga sumsum dan penipisan korteks di atasnya.
Gambaran radiografi menunjukkan pembesaran tulang maksila yang berlebihan, akar gigi yang memendek, taurodontis, penipisan lamina dura, diastema, sinus maksila mengecil, kanalis alveolaris inferior dan korteks mandibula menipis

II.1.5 DIAGNOSA 7
Diagnosa thalasemia mayor biasanya tidak sulit untuk ditegakkan. Manifestasi klinis seperti hepatosplenomegali, bentuk muka yang khas, serta didukung oleh temuan hasil laboratorium berupa anisopoikilositosis, sel target, normoblas pada sediaan apus darah memudahkan untuk menegakkan diagnosa thalasemia. Walaupun demikian tidak selalu mudah untuk membedaknnya dengan thalasemia minor dan anemia hemolitik lainnya. Adanya gambaran mikrositik hiprokrom dengan atau tanpa anemia, sel target, sel retikulosit, pada sediaan apus darah tepi seseorang dengan hepatosplenomegali mengarahkan kepada diagnosa thalasemia. Gambaran mikrositik hipokrom pada dugaan thalasemia, harus menyingkirkan diagnosa anemia karena defisiensi besi. Pemeriksaan kadar zat besi dalam sumsum tulang dapat membantu menegakkan diagnosa.
Pada pemeriksaan elektoforesis penderita thalasemia didapatkan peningkatan dari hemoglobin A2 dan hemoglobin F. Mengetahui riwayat penyakit keluarga dapat membantu kita dalam menegakkan diagnosa.

II.1.6 PENATALAKSANAAN
Sindrom thalasemi dapat dicegah dengan konseling genetik calon orang tua yang terbukti heterozigot dan pemeriksaan janin antenatal. Terapi aktif diperlukan terutama pada bentuk homozigot dan bentuk heterozigot yang parah dan pada dasarnya bersifat suportif, karena tidak teradapat terapi spesifik.
Salah satu terapi adalah transfusi darah teratur untuk menghasilkan kadar hematokrit antara 33 dan 35 persen, yang membantu menormalkan pertumbuhan dan perkembangan pasien, menekan eritropoiesis abnormal, menurunkan absorpsi zat besi, dan membantu mencegah kelainan tulang.
Tetapi, terapi ini memiliki kelemahan karena menyebabkan pembebanan zat besi pada organ, yang hanya dihilangkan sebagian oleh desferrioxamine kelasi. Transfusi darah berulang juga menyebabkan sindrom perdarahan yang disebabkan oleh disfungsi hati, endokrinopati, dan splenomegali progresif dengan hipersplenisme. Pembesaran limpa dapat memperberat anemia yang meningkatkan kebutuhan transfusi dengan menyebabkan sekuestrasi sel darah merah yang ditransfusikan, menyebabkan pansitopenia. Splenektomi dapat menghilangkan sebagian efek merugikan dari transfusi tersebut. Tetapi splenektomi juga meningkatkan resiko infeksi terutama pada anak kecil. Penundaan operasi dapat dilakukan minimal sampai pasien berusia lebih dari 5 tahun.2


II. 2 EKSTRAKSI GIGI

II.2.1 DEFINISI
Definisi
Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan gigi juga adalah operasi bedah yang melibatkan jaringan bergerak dan jaringan lunak dari rongga mulut, akses yang dibatasi oleh bibir dan pipi, dan selanjutnya dihubungkan/disatukan oleh gerakan lidah dan rahang. Definisi pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit satu gigi utuh atau akar gigi dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik di masa mendatang.15
Pencabutan gigi merupakan tindakan yang sangat komplek yang melibatkan struktur tulang, jaringan lunak dalam rongga mulut serta keselurahan bagian tubuh. Pada tindakan pencabutan gigi perlu dilaksanakan prinsip-prinsip keadaan suci hama ( asepsis ) dan prinsip-prinsip pembedahan ( surgery ). Untuk pencabutan lebih dari satu gigi secara bersamaan tergantung pada keadaan umum penderita serta keadaan infeksi yang ada ataupun yang mungkin akan terjadi.12
Ekstraksi gigi adalah suatu tindakan bedah pencabutan gigi dari socket gigi dengan alat-alat ekstraksi (forceps). Kesatuan dari jaringan lunak dan jaringan keras gigi dalam cavum oris dapat mengalami kerusakan yang menyebabkan adanya jalur terbuka untuk terjadinya infeksi yang menyebabkan komplikasi dalam penyembuhan dari luka ekstraksi. Oleh karena itu tindakan aseptic merupakan aturan perintah dalam bedah mulut.16
Selalu diingat bahwa gigi bukanlah “ditarik” melainkan dicabut dengan hati-hati. Hal ini merupakan prosedur pembedahan dan etika bedah yang harus diikuti guna mencegah komplikasi serius (fraktur tulang atau gigi, perdarahan, infeksi). Gigi geligi memang banyak namun masing-masing gigi merupakan struktur individual yang penting, dan masing-masing harus dipelihara sedapat mungkin. Tujuan dari ekstraksi gigi harus diambil untuk alasan terapeutik atau kuratif.10
II.2.2 EKSTRAKSI GIGI PADA PASIEN THALASEMIA
Seorang dokter gigi haruslah mengusahakan agar setiap pencabutan gigi yang dilakukannya merupakan suatu tindakan yang ideal. Untuk mencapai tujuan tersebut dan menghindari komplikasi yang mungkin timbul pada pencabutan gigi haruslah mengetahui indikasi dan kontraindikasi dari pencabutan gigi. 12
Ekstraksi gigi pada pasien thalsemia juga merupakan suatu tindakan yang memiliki komplikasi. Indikasi dan kontraindikasi ekstraksi gigi juga berlaku pada pasien thalasemia, namun pada pasien ini lebih diperlukan perhatian khusus dalam penatalaksanaannya.

II.2.3 INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI EKSTRAKSI GIGI

Indikasi ekstraksi gigi desidua14
1. Karies besar sehingga pulpa menjadi non vital. Untuk poin ini ada pendapat yang berlawanan : segera cabut sebelum timbul keluhan/infeksi, dan melakukan perawatan. Tapi tindakan dilakukan dengan melihat situasi. Jika sudah waktunya gigi erupsi (atau dekat waktunya), maka tidak masalah dilakukan pencabutan. Tapi kalaupun terpaksa dicabut dan waktunya masih lama sebelum erupsi, bisa dicegah dengan menggunakan space retainer.
2. Mengganggu erupsi dan arah pertumbukan dari gigi tetap.
3. Kalau gigi susu itu sering menyebabkan sakit karena infeksi dan bengkak berulang-ulang.
4. Kalau sudah terbentuk sinus pada mukosa disekitar ujung akar.
5. Kalau sudah terjadi ulkus decubitalis (akar giginya keluar sehingga ujungnya yang tajam melukai jaringan lunak sekitar,bibir/pipi).

Indikasi ekstraksi gigi permanen10,12,13,15
Ada beberapa alasan pencabutan gigi permanent yang dapat dilakukan atau indikasi tindakan pencabutan gigi, antara lain:
1. Gigi yang rusak akibat perluasan lubang/karies gigi. Dimana karies luas dapat menyebabkan keradangan pulpa, menjalar ke daerah periapikal. Sehingga timbul berbagai bentuk keradangan yang melibatkan struktur jaringan yang lebih dalam.
2. Gigi yang terlibat penyakit periodontal. Jaringan periodontal rusak yang tidak dapat diperbaiki lagi. Sehingga timbul suatu poket dan menyebabkan gigi yang goyang. Sebagai panduan, kehilangan setengah dari kedalaman tulang alveolar yang normal atau ekstensi poket ke bifurkasi akar gigi bagian posterior atau mobilitas yang jelas berarti pencabutan gigi tidak bisa dihindari lagi.
3. Abses (infeksi) gigi – merupakan infeksi baik pada akar gigi maupun infeksi antara gigi dan gingiva. Kebanyakan penyebab abses adalah perluasan dari kerusakan/kebusukan gigi, keadaan infeksi ini dapat menyebabkan rasa sakit yang sangat. Dokter gigi dapat menyelamatkan gigi tersebut dengan mengobati infeksinya namun bila hal tersebut tidak berhasil maka gigi harus dicabut.
4. Gigi sebagai focal infeksi pada kasus-kasus infeksi misalnya : endokarditis rheumatik, infeksi ginjal, pencabutan gigi yang mati sering diindikasikan.
5. Gigi yang terlibat fraktur dan osteomyelitis. Gigi yang terletak garis fraktur sebaiknya dicabut. (beberapa ahli berpendapat sebaiknya dipertahankan). Gigi yang terlibat osteomyelitis dicabut bila telah goyang. Jika garis gigi pecah mungkin harus dilakukan pencabutan untuk mencegah infeksi tulang.
6. Gigi dalam keadaan mati atau pulpitis akut / kronis. Keadaan saluran akar tidak mungkin dilakukan perawatan endodontik/saluran akar (pulpa non vital)
7. Gigi yang tidak mungkin dilakukan perawatan apikoectomy = pengambilan 1/3 ujung akar dari gigi.
8. Persiapan radioterapi. Sebelum radiasi tumor oral, gigi yang tidak sehat membutuhkan pencabutan, atau pengangkatan untuk mereduksi paparan radiasi yang berhubungan dengan osteomelitis.
9. Gigi sehat untuk memperbaiki oklusi/estetika (perawatan ortodontik/kawat gigi).
10. Gigi dalam keadaan impaksi. Dalam kasus ini terpadat ketidakcukupan ruang dalam mulut bagi gigi molar karena kepadatan gigi molar yang ada di depannya sehingga menyebabkan nyeri dan bengkak. Terkadang gigi molar menjadi impaksi dalam arti tidak cukup kuat untuk erupsi sehigga menyebabkan rasa sakit dan infeksi gingiva.
11. Supernumerary teeth. Dalam situasi ini keadaan supernumery teeth terkadang menghambat erupsi gigi lain dalam mulut dan membutuhkan ekstraksi agar didapatkan tempat yang cukup bagi gigi yang akan erupsi.
12. Sisa akar gigi
13. Gigi yang menyebabkan trauma pada jaringan lunak (pipi, bibir, langit-langit mulut dll)
14. Gigi penyebab / terlibat dengan kista.
15. Malposisi ekstrem
16. Gigi geraham belakang pertama (M1) atau geraham belakang dua (M2) yang rusak, untuk mencegah geraham belakang bungsu (M3) impaksi.

Kontraindikasi ekstraksi gigi12,13
Secara umum ekstraksi gigi tidak dapat dilakukan apabila pasien tidak menghendaki giginya dicabut. Perlunya komunikasi yang baik antara dokter dengan pasien akan menciptakan suatu kerja sama yang baik, dimana pasien akan memahami mengapa harus dilakukannya suatu tindakan dan dokter dapat melakukan tindakan tersebut sesuai dengan prosedurnya. Selain penolakan secara langsung dari pasien terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam ekstraksi gigi, seperti penyakit sistemik dibawah ini.

Kontaindikasi sistemik
a. Kelainan jantung
b. Kelainan darah. Pasien yang mengidap penyakit – penyakit darah seperti leukemia, haemoragic purpura, hemofilia. Pasien yang mengidap anemia.
c. Diabetes mellitus tidak terkontrol. Sangat mempengaruhi penyembuhan luka.
d. Penyakit ginjal. Pasien dengan penyakit ginjal ( nephritis ) pada kasus ini bila dilakukan ekstraksi gigi akan menyebabkan keadaan akut
e. Penyakit hepar (hepatitis).
f. Pasien dengan penyakit syphilis, karena pada saat itu daya tahan terutama tubuh sangat rendah sehingga mudah terjadi infeksi dan penyembuhan akan memakan waktu yang lama.
g. Alergi pada anastesi local
h. Rahang yang baru saja telah diradiasi, pada keadaan ini suplai darah menurun sehingga rasa sakit hebat dan bisa fatal.
i. Toxic goiter
j. Kehamilan. terpaksa dilakukan, dianjurkan dilakukan pada trimester ke dua karena obat-obatan pada saat itu mempunyai efek rendah terhadap janin.
k. Psychosis dan neurosis pasien yang mempunyai mental yang tidak stabil karena dapat berpengaruh pada saat dilakukan ekstraksi gigi
l. Terapi dengan antikoagulan.

Kontraindikasi lokal
a. Radang akut. Keradangan akut dengan cellulitis, terlebih dahulu keradangannya harus dikontrol untuk mencegah penyebaran yang lebih luas. Jadi tidak boleh langsung dicabut.
b. Infeksi akut. Pericoronitis akut, penyakit ini sering terjadi pada saat M3 RB erupsi terlebih dahulu
c. Malignancy oral. Adanya keganasan (kanker, tumor dll), dikhawatirkan pencabutan akan menyebabkan pertumbuhan lebih cepat dari keganasan itu. Sehingga luka bekas ekstraksi gigi sulit sembuh. Jadi keganasannya harus diatasi terlebih dahulu.
d. Gigi yang masih dapat dirawat/dipertahankan dengan perawatan konservasi, endodontic dan sebagainya

II.2.3 PENATALAKSANAAN DENTAL2,5,6,8
Pasien dengan thalasemia β mayor memerlukan hitung darah lengkap, termasuk kadar hemoglobin dan hematokrit, sebelum terapi dental. Hanya perawatan paliatif yang dapat dilakukan jika kadar hemoglobin kurang dari 10 gr/dl. Terapi dental rutin harus dilakukan segera setelah jadwal transfusi teratur. Pasien lebih rentan terhadap infeksi, dan sebagian klinisi memberikan perlindungan antibiotika profilatik sebelum terapi dental untuk menghindari komplikasi postoperatif berupa osteomielitis. Antibiotik spektrum luas dianjurkan karena spesies Salmonella dan Staphylococcus lebih sering ditemukan pada kultur pasien-pasien ini.. Masalah ini adalah kontroversial dan harus didiskusikan dengan ahli hematologi. Pemeriksaan dental yang menyeluruh diperlukan untuk menyingkirkan sumber infeksi di mulut dari suatu demam yang tidak diketahui asalnya. Permasalahan lain adalah meningkatnya resiko infeksi pada pasien thalasemia yang telah menjalani splenektomi, dianjurkan agar pasien tersebut mendapatkan antibiotika profilaktik sebelum terapi dental. Juga, pasien dengan thalasemia memiliki resiko infeksi human immunodeficiency virus dan hepatitis yang lebih tinggi karena banyaknya transfusi darah yang mereka terima. Dengan demikian kehati-hatian yang tepat harus diambil jika menterapi mereka.
Kehati-hatian harus dilakukan selama prosedur bedah untuk mencegah fraktur patologis yang disebabkan oleh ruang sumsum tulang yang lebar. Terapi orthodontik dapat dilakukan untuk mengkoreksi defek dental dan kosmetik, terutama di daerah anterior maksila.
Pasien dengan thalasemia minor biasanya asimptomatik, dan pada sebagian besar kasus terapi dental dapat dilakukan tanpa kehati-hatian khusus.
Dokter gigi dalam melakukan perawatan gigi, dapat pertama sekali menemukan penyakit ini pada pasien. Hal ini dapat diketahui dari tampilan fisik penderita dan gambaran radiografi dental. Radiografi dental perlu dilakukan untuk melihat perubahan yang terjadi pada tulang wajah dan tengkorak. Gambaran radiografi menunjukkan pembesaran tulang maksila yang berlebihan, akar gigi yang memendek, taurodontis, penipisan lamina dura, diastema, sinus maksila mengecil, kanalis alveolaris inferior dan korteks mandibula menipis, sehingga dapat menjadi kriteria diagnosa untuk thalasemia dan menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan perawatan gigi.

II.2.6 KOMPLIKASI EKSTRAKSI GIGI9,10,11
1. Perdarahan. Pada kebanyakan kasus dikarenakan kurangnya pemeriksaan inspeksi dan debridemen dari socket gigi (meninggalkan granuloma atau kista di dalamnya). Setelah diberikan anestesi local, bersihkan socket dengan kuret kemudian gigit dengan kassa dan kompres.
2. Fraktur gigi. Terkadang gigi dapat patah saat pencabutan dan sisa gigi harus dikeluarkan seluruhnya, komplikasi ini juga dapat menyebabkan rasa sakit dan pembengkakan dan kerusakan jaringan ekstraksi juga lebih banyak. Fraktur patologis pada thalasemia yang disebabkan oleh ruang sumsum tulang yang lebar. Terkadang gigi dapat patah saat pencabutan dan sisa gigi harus dikeluarkan seluruhnya, komplikasi ini juga dapat menyebabkan rasa sakit dan pembengkakan dan kerusakan jaringan ekstraksi juga lebih banyak.
3. Infeksi. Dapat diakibatkan karena tidak dilakukan tindakan aseptic saat ekstraksi, adanya tulang mati (sequester bone) atau adanya sisa kista. Lakukan pemeriksaan inspeksi dan pembersihan socket gigi dalam anestesi local. Pemberian antibiotic selama 6 sampai 8 hari sebaiknya diberikan jika terdapat rasa sakit yang berat setelah masa penyembuhan usai atau jika tampak adanya pus. Jika lebih dari area akar gigi yang terinfeksi saat akan dilakukan ekstraksi gigi maka antibiotic mungkin sebaiknya diberikan setelah gigi pasien selesai diekstraksi. Meningkatnya resiko infeksi pada pasien thalasemia yang telah menjalani splenektomi, dianjurkan agar pasien tersebut mendapatkan antibiotika profilaktik sebelum terapi dental. Juga, pasien dengan thalasemia memiliki resiko infeksi human immunodeficiency virus dan hepatitis yang lebih tinggi karena banyaknya transfusi darah yang mereka terima. Dengan demikian kehati-hatian yang tepat harus diambil jika menterapi mereka.
4. Pembengkakan. Pembengkakan dapat berlanjut atau meningkat setelah dua hari paska ekstraksi, namun sebaiknya mulai berkurang pada hari ke 5. kompres ess dapat berguna untuk mengurangi pembengkakan – 20 menit pada area pipi kemudian pada area ekstraksi, hentikan selama 10 menit kemudian ulangi kembali. Pembengkakan dapat menjadi masalah dalam hal membuka mulut, sehingga bila pembengkakan telah berkurang, mulut dapat bekerja lebih baik.
5. Dry socket. Dimana bekuan darah yang menutup daerah bekas ekstraksi menghilang tanpa digantikan oleh bekuan darah yang lain. Tulang dan jaringan sarah terpapar oleh udara dan lainnya yang terdapat dalam rongga mulut menyebabkan rasa sakit dan terkadang bau busuk. Dikarenakan anoksia dari tulang atau sequester alveolar tertinggal di tempat tersebut menghasilkan rasa sakit 2 sampai 3 hari setelah tindakan. Untuk menanggulanginya bersihkan socket, gunakan analgetik dan antibiotic bila terdapat infeksi. Normalnya dry socket bersih sekitar 5 sampai 7 hari.
6. Rasa nyeri dan tidak nyaman saat tidur. Tidur dengan kepala agak dinaikkan dapat mengurangi tekanan pada rahang, menggunakan dua bantal dapat menolong. Cobalah untuk menghindari tidur berbaring pada daerah ekstraksi untuk menghindari nyeri dan tidak nyaman.
7. Kerusakan gigi yang lain selama ekstraksi gigi berlangsung.

II.2.7 TINDAKAN PASCA EKSTRAKSI GIGI17
• LAKUKAN :
o Tempatkan dan gigit kassa pada daerah ekstraksi lamanya minimal 10 menit atau sampai perdarahan berhenti. Jika perdarahan terus berlanjut, gigit kassa kembali kassa yang baru dan segera mencari pengobatan terdekat baik klinik gigi ataupun rumah sakit.
o Telanlah saliva.
o Minum obat yang dianjurkan.

• HINDARI :
o Jangan banyak kumur-kumur dalam 24 jam
o Jangan mengganggu daerah bekas ekstraksi dengan lidah atau tangan.
o Hindari makanan panas atau minuman panas.
o Hindari aktivitas berat.
o Hindari merokok.

II.2.8 PROSES PENYEMBUHAN 9,11
Setelah gigi di ekstraksi maka akan terbentuk lubang pada tulang rahang dimana merupakan tempat gigi yang sudah dicabut (socket gigi). Seiring berjalannya waktu lubang ini bentuknya akan semakin halus dan diisi oleh tulang. Hal ini dapat memakan waktu mingguan atau bulanan untuk proses penyembuhan yang sempurna. Sekitar 1-2 minggu setelah tindakan merupakan waktu yang cukup untuk terjadinya penyembuhan pada tempat bekas ekstraksi. Setelah 7 hari masa penyembuhan dapat memulai makan makanan padat tanpa menyebabkan rasa sakit. Proses penyembuhan setelah ekstraksi gigi adalah cepat karena di dalam mulut diciptakan agar penyembukan berjalan dengan cepatnya. Penyembuhan dapat terhambat karena merokok. Gingiva dapat sembuh sempurna 3-4 minggu setelah ekstraksi gigi. Jika tulang rahang mengalami kerusakan selama ekstraksi gigi, akan membutuhkan waktu sampai 6 bulan untuk sembuh sempurna.


DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W.A. Newman., 2002, Kamus Kedokteran Dorland edisi 29, Jakarta : EGC.
2. Rose, F.Louise, Kaye, Donald., 1997, Buku Ajar Penyakit Dalam untuk Kedokteran Gigi Jilid satu edisi 2, Jakarta : Binarupa Aksara
3. Hoffbrand, A.V, Petit, J.E, Moss, P.A.H., 2005, Kapita Selekta Hematologi, Jakarta : EGC
4. Cooley’s Anemia Foundation, 2009, Alfa Thalasemia, http://www.thalassemia.org/updates/pdf/Alpha_Thalassemia.pdf, Akes tanggal 07-08-2009
5. Steven L. Bricker, Robert P. Langlais, Craig S. Miller ,2009, Oral Diagnosis, Oral Medicine and Treatment Planning, http://books.google.co.id/books?id=525T7rw_M4IC&pg=PA373&lpg=PA373&dq=thalasemia+extraction+dental+management&source=bl&ots=ukf5V4ayT6&sig=5XalwuolFh2NIxJaJb9uCvVPtDg&hl=id&ei=kWl-StqtNtCZkQXoqaGIAw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=2#v=onepage&q=&f=false, Akses tanggal 09-08-2009
6. Leslie DeLong, Nancy W. Burkhart, 2009, General and oral pathology for the dental hygienist, http://books.google.co.id/books?id=pkxrRi16ZfcC&pg=PT231&lpg=PT231&dq=thalasemia+dental&source=bl&ots=AqgDTYFyrT&sig=e21mxLtmAIB6H2Nb3frl2IAHm_Q&hl=id&ei=SmN-So7VBseOkAWC9YHuAg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6#v=onepage&q=&f=false, Akses tanggal 09-08-2009
7. Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia, 2009, Thalasemia, http://www.phtdi.org/content/view/15/, Akses tanggal 09-08-2009
8. Leavell, S.Byrd, Thorup, A.Oscar, 1960, Fundamentals of Clinical Hematology, Amerika : W.B. Saunders Company
9. Purba Irma, 2009, Gambaran Radiografi Rongga Mulut Dan Wajah Pada Penderita Thalasemia Mayor, http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?option=com_journal_review&id=3733&task=view, Akses tanggal 09-08-2009
10. Anonim, 2009, Teeth Extraction, http://www.animated-teeth.com/tooth_extractions/t2_teeth_extractions.htm, Akses tanggal 07-08-2009
11. Médecins Sans Frontières , 1989, Minor Surgical Procedures in Remote Areas, http://nzdl.sadl.uleth.ca/cgi-bin/library.cgi?e=d-00000-00---off-0hdl--00-0----0-10-0---0---0direct-10---4-------0-1l--11-en-50---20-home---00-0-1-00-0-0-11-1-0utfZz-8-00&a=d&cl=CL1.11&d=HASH01143dd539c1715fa288fad2.5.3, Akses tanggal 07-08-2009
12. Urquhart Donald, 2005, Tooth and Teeth Extraction, http://www.toothandteeth.com/tooth-and-teeth-extraction.html, Akses tanggal 07-08-2009
13. Anonim, 2009, Alasan Mengapa Gigi Anda Harus/Tidak Harus Dicabut, http://forumbebas.net/thread-53126.html, Akses tanggal 07-08-2009
14. Hadianto, 2009, Indikasi dan Kontraindikasi pencabutan gigi, http://premolare.blogspot.com/2009/07/indikasi-dan-kontraindikasi-pencabutan.html, Akses tanggal 07-08-2009
15. Walando Yan, Mailing List Dokter Indonesia, 2009, Indikasi Pencabutan Gigi Susu, http://www.mail-archive.com/dokter@itb.ac.id/msg12346.html, Akses tanggal 07-08-2009
16. Ulin, 2009, Kapan gigi harus dicabut, http://hiulin.blogspot.com/2009/04/kapan-gigi-harus-dicabut.html, Akses tanggal 07-08-2009
17. Anonim, 2007, Teeth Extraction, http://dental-mcqs.blogspot.com/2007/12/teeth-extraction.html, Akses tanggal 07-08-2009
18. Anonim, 2008, Tooth Extraction, http://www.myhealth.gov.my/myhealth/eng/remaja_content.jsp?lang=remaja&sub=0&bhs=eng&storyid=1133498345484, Akses tanggal 07-08-2009

3 comments:

andiiinn said...
This comment has been removed by the author.
yasinbinkatidjo said...

yg banyak tau talasemi help me adikku dh 21 th ngidap ni pnykt

Unknown said...

ini ada versi pdfnya gak ya?? bolehkah minta?utk sumber tugaS....