II. 1 DARAH DAN PERDARAHAN
II.1.1 DEFINISI
Definisi. 5
Darah adalah cairan merah kental yang mengalir sepanjang jantung dan pembuluh darah, membawa bahan makanan dan oksigen ke semua jaringan tubuh dan produk buangan serta karbondioksida keluar dari jaringan.
Pendarahan adalah keluarnya darah dari saluran yang normal (arteri, vena, kapiler) ke dalam ruang ekstra vaskuler oleh karena hilangnya kontinuitas pembuluh darah.
II.1.2 KOMPONEN DARAH, FAKTOR KOAGULASI, DAN FAKTOR PEMBEKUAN DARAH
Komponen-komponen Darah5
Darah tersusun atas beberapa elemen dan perubahan-perubahan dalam seluruh elemen-elemen tersebut harus diperhatikan. Komponen-komponen darah tersebut memperlihatkan perubahan fisiologi dan patologi atau keduanya yang merefleksikan penyakit dalam sistem hemopoetik atau sebagai hasil penyakit pada tubuh lainnya. Adapun komponen-komponen darah tersebut antara lain:
1. Plasma darah
2. Sel darah merah (eritrocyte)
3. Sel darah putih (leukocyte)
4. Keping-keping darah (trombocyte)
Faktor Koagulasi Darah5
Biasanya, koagulasi darah diterangkan terjadi dalam empat tahap. Tahap I disebutkan mengangkut pembentukan tromboplastin, tahap II berhubungan dengan pembentukan thrombin dari tromboplastin, tahap III terdiri dari konversi fibrinogen menjadi fibrin, dan tahap IV mengangkut lisis gumpalan fibrin. Faktor-faktor koagulasi lainnnya mungkin terlibat, tetapi perannya tidak dipahami dengan baik dan tidak memberikan fungsi nyata dalam pola ini.
Oleh karena penemuan-penemuan baru dalam hematologi, proses koagulasi sekarang dapat dijelaskan lebih baik dengan memeperhatikan peranan kedua belas factor-faktor koagulasi yang diketahui. Setiap factor umumnya dituliskan dengan angka romawi dengan pengecualian pada protrombin dan fibrinogen.
Faktor-faktor koagulasi darah lainnya :5
a. Fletcher factor
Faktor ini merupakan suatu glikoprotein yang identik dengan prekalikrein. Factor XIIa mengaktifkan prekalikrein menjadi kalikrein. Sebaliknya, kalikrein berfungsi sebagai umpan-balik yang positif bagi percepatan aktivasi Faktor XII.
b. William factor (Fitzgerald factor)
Faktor ini juga suatu glikoprotein dan dibutuhkan sebagai ko-faktor dalam penyempurnaan proses aktivasi prekalikrein oleh Faktor XIIa.
c. Von Willebrand factor (cWF)
Factor ini merupakan sub unit dari F.VIII yang akivitasnya diperlukan oleh trombosit dalam proses adhesi.
Tabel 1. Faktor Pembekuan Darah5
Faktor Peranan pada Pembekuan Darah Tes
I. Fibrinogen Prekursor fibrin PT
II. Protrombin Proenzim diaktifkan oleh tromboplastin PT
III. Tromboplastin Diperlukan untuk mengubah protrombin menjadi thrombin -
IV. Kalsium Diperlukan pada semua tahap PT
V. Proaccelerin Prlukan untuk pembentukan tromboplastin PT
VI. Tidak lagi digunakan - -
VII. Proconvertin Diperlukan untuk mengubah protrombin menjadi thrombin PT
VIII. Faktor anti hemofilik (AHF) Diperlukan untuk pembentuknan tromboplastin PTT
IX. Komponen plasma trombo plastin Diperlukan untuk pembentukan tromboplastin PTT
X. Faktor Stuart-prower Diperlukan dalam pembentukan tromboplastin dan perubahan dari protrombin menjadi trombin PT
XI. Anteseden tromplastin plasma Diperlukan dalam pembentukan tromboplastin PTT
XII. Faktor Hageman Mengawali proses pembekuan darah in-vitro PTT
XIII. Faktor stabilisasi fibrin Mengubah fibrin menjadi polimer fibrin PTT
II.1.3 KLASIFIKASI PERDARAHAN
Klasifikasi Perdarahan5
1. Menurut pembuluh darah yang terluka
i. Pendarahan arterial : pendarahan dari pembuluh arteri. Tanda : warna darah merah terang. Darah keluar dengan menyemprot dengan aliran yang intermitten, sesuai dengan denyut jantung.
ii. Pendarahan vena, pendarahan dari pembuluh darah vena. Tanda : darah mengalir dengan aliran yang tetap. Warna darah merah gelap.
iii. Pendarahan kapiler, ialah pendarahan dari pembuluh adarah kapiler. Tanda : keluarnya darah merembes dari permukaan
2. Menurut waktu terjadinya pendarahan
i. Pendarahan primer, ialah pendarahan yang terjadi pada waktu terputusnya pembuluh darah karena kecelakaan atau operasi. Di dalam pendarahan primer darah tidak berhenti setelah 4 -5 menit sesudah operasi selesai.
ii. Pendarahan intermediet, terjadi dalam waktu 24 jam setelah kecelakaan atau setalah operasi. Selama operasi tekanan darah pasien mungkin akan turun karena semisyok. Dan ketika tekanan darah kembali normal, sejalan dengan membaiknya pasien, inilah yang disebut pendarahan intermediet atau rekuren.
iii. Pendarahan sekunder, pendarahan yang terjadi setelah 24 jam atau beberapa hari setelah kecelakaan atau operasi. Ini yang biasanya menyebabkan pembekuan darah terbongkar diikuti infeksi.
3. Menurut lokasinya
i. Pendarahan eksternal, keluar darah dari kulit atau jaringan lunak di bawahnya. Disebut pendarahan tampak.
ii. Pendarahan internal, darah yang keluar dan masuk ke dalam jaringan. Disebut pendarahan yang tidak tampak.
4. Menurut sebab-sebab terjadinya pendarahan
Penyebab dari pendarahan yang tidak normal bisa terjadi karena mekanik atau biokemis.
i. Pendarahan mekanik
ii. Pendarahan spontan atau pendarahan biokemis adalah pendarahan yang terjadi akibat kelainan atau gangguan mekanisme hemostatis, karena tidak normalnya elemen darah atau sistem vascular yang dapat mencegah terjadinya pembuluh darah yang normal. Kelainan ini dapat terjadi pada :
1. Pembuluh darahnya (vascular)
2. Trombosit (jumlah dan fungsinya)
3. Mekanisme pembekuan darah
4. Gangguan pembekuan darah
Perdarahan terjadi karena dari dinding pembuluh darah. Sehingga dengan adanya tekanan intravaskuler atau ekstravaskuler yang lebih besar dibandingkan dengan retensi dinding pembuluh darah. Faktor penyebab :
a. Faktor congenital.
b. Kelainan trombosit
c. Pendarahan oleh gangguan pembekuan
Perkiraan kecenderungan perdarahan adalah dengan menguasai berbagai macam bahaya perdarahan sebelum melakukan tindakan pembedahan. Seorang operator harus mengetahui riwayat kesehatan dan perawatan pasien atau apakah ada anggota keuarga yang mepunyai kecenderungan pendarahan seperti mimisan. Selain itu sebelum melakukan tindakan pembedahan harus diketahui apakah pasien sudah mengkonsumsi makanan dengan gizi yang cukup. Apabila pasien tidak memiliki asupan gizi yang cukup maka operator harus mengintruksikan pada pasien untuk mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran.
Untuk memperkirakan waktu perdarahan dapat diambil contoh darah dari jari pasien dengan menggunakan Lanset. Darah harus keluar dengan bebas tanpa ditekan. Setelah setengah menit, darah yang keluar dihapus dengan kertas filter dan sebisa mungkin tidak menyentuh kulit. Waktu perdarahan normal biasanya antara 1- 2 menit.
II.1.4 PROSES PEMBEKUAN DARAH
Ada dua reaksi kimia yang terlibat dalam proses pembekuan darah yaitu:
1. Prothrombin + Thromboplastin + Kalsium = Thrombin
2. Thrombin + Fibrinogen = Fibrin
Fibrin tidak larut dalam air sehingga dapat menahan aliran darah. Hal ini dapat dilihat dari reaksi di atas yang melibatkan empat komposisi yang esensial untuk mekanisme pembekuan: (1) Prothrombin,(2) Thromboplastin,(3) Kalsium dan (4) Fibrinogen.
II. 2 PURPURA TROMBOSITOPENIK IDIOPATIK
II.2.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Definisi.
Purpura trombositopenik idiopatik (ITP; idiopathic thrombocytopenic purpura) adalah suatu gangguan yang relatif jarang ditemukan dimana terjadi suatu trombositopenia yang bermanifestasi sebagai memar, perdarahan dan petekia dalam beberapa hari sampai dengan beberapa minggu yang terisolasi pada individu yang keadaan lainnya sehat.
Klasifikasi
Purpura trombositopenik idiopatik atau ITP dapat dibedakan menjadi bentuk akut dan bentuk kronis. ITP akut paling sering terjadi pada anak – anak tetapi dapat terjadi pada sembarang usia.. Onset penyakit biasanya mendadak 75 % pasien, episode tersebut terjadi setelah vaksinasi atau infeksi seperti cacar air atau mononukleosis infeksiosa. Sebagian besar kasus terjadi akibat perlekatan kompleks imun non spesifik. Remisi spontan lazim terjadi, tetapi 5 – 10 % kasus penyakit tersebut menjadi kronis (berlangsung lebih dari 6 bulan). Untungnya, angka morbiditas dan mortalitas pada ITP akut sangat rendah. Penegakkan diagnosa berdasarkan ekslusi dan diperdebatkan perlunya aspirasi sumsum tulang. Jumlah trombosit yang lebih dari 30 x 109/L tidak memerlukan pengobatan kecuali jika terjadi perdarahan yang berat. Pasien yang memiliki hitung trombosit kurang dari 20 x 109/L dapat diobati dengan steroid dan atau imunoglobulin intravena, terutama bila terdapat perdarahan bermakna.
ITP kronis biasanya merupakan penyakit pada orang-orang dewasa dan memiliki onset mendadak atau perlahan-lahan. Penyakit ini tiga kali lebih sering pada wanita dibanding pria dan perjalanannya ditandai oleh remisi dan eksaserbasi. Pada ITP akut maupun kronis , trombositopenia dan manifestasinya adalah kelainan fisik atau laboratorium satu-satunya yang ditemukan.
II.2.2 EPIDEMIOLOGI
Insidensi ITP pada anak antara 4,0 – 5,3 per 100.000, ITP akut umumnya terjadi pada anak – anak usia antara 2 – 6 tahun. 7 – 28 % anak – anak dengan ITP akut berkembang menjadi bentuk kronik, pada beberapa kasus menyerupai ITP dewasa yang khas. Insidensi ITP kronis pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per tahun.
Insidensi ITP kronis pada dewasa adalah 58 – 66 kasus baru per satu juta populasi per tahun (5,8 – 6,6 per 100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris. ITP kronik pada umumnya terdapat pada orang dewasa dengan median rata – rata usia 40 – 45 tahun. Rasio antara perempuan dan laki – laki adalah 1 : 1 pada pasien ITP akut sedangkan pada ITP kronik adalah 2 – 3 : 1
Pasien ITP refrakter didefinisikan sebagai suatu ITP yang gagal di terapi dengan kortikosteroid dosis standar dan splenektomi yang selanjutnya mendapat terapi karena angka trombosit di bawah normal atau ada perdarahan. Pasien ITP refrakter ditemukan kira – kira 25 – 30 persen dari jumlah pasien ITP. Kelompok ini mempunyai respon jelek terhadap pemberian terapi dengan morbiditas yang cukup bermakna dan mortalitas kira – kira 16 %.
II.2.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Walaupun penyebab ITP tidak diketahui, tetapi mekanisme patofisiologis yang ditemukan adalah destruksi trombosit di perifer. Telah lama diyakini bahwa destruksi ini memiliki dasar imunologis, dan sekarang banyak bukti yang mendukung hal ini. Adanya faktor humoral yang dapat melewati plasenta ditunjukkan oleh fakta bahwa bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan ITP juga mengalami trombositopenia tapi pulih setelah periode satu sampai tiga bulan. Transfusi plasma dari pasien ITP kepada individu normal telah terbukti menginduksi trombositopenia pada resipien. Aktivitas antitrombosit invitro telah ditemukan pada fraksi globulin 78 plasma, dan trombosit ITP memiliki IgG permukaan yang meningkat. Bukti lain adalah timbulnya sindroma mirip ITP berkaitan dengan penyakit yang diperantarai imunologi lain seperti lupus eritemasus sistemik dan anemia hemolitik autoimun.
Trombosit yang diselimuti oleh autoantibodi IgG akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati setelah berikatan dengan reseptor Fcg, yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada sebagian besar pasien, akan terjadi mekanisme kompensasi dengan peningkatan produksi trombosit. Pada sebagian kecil yang lain, produksi trombosit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi trombosit yang diselimuti autoantibodi oleh makrofag di dalam sumsum tulang, atau karena hambatan pembentukan megakariosit, kadar trombopoetin tidak meningkat, menunjukkan adanya masa megakariosit normal.
Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibodi ITP untuk berikatan dengan trombosit yang secara genetik kekurangan kompleks glikoprotein IIb / IIIa. Kemudian berhasil diindetifikasi antibodi yang bereaksi dengan glikoprotein Ib / IX, Ia/IIa, IV dan V serta determinan trombosit lain. Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang diperkirakan dipicu oleh antibodi, akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen yang berakibat produksi antibodi yang cukup untuk menimbulkan trombositopeni.
II.2.4 MANIFESTASI KLINIS
ITP akut lebih sering dijumpai pada anak – anak, jarang pada dewasa. Awitan penyakit biasanya mendadak, riwayat infeksi sering mengawali terjadinya perdarahan berulang. Sering dijumpai eksantem pada anak – anak dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh virus merupakan 90 % dari kasus pediatrik trombositopenia imunologik. Manifestasi perdarahan ITP akut pada anak – anak biasanya ringan, perdarahan intrakranial terjadi kurang dari 1 % pasien. Pada dewasa bentuk akut jarang terjadi, namun dapat mengalami perdarahan dan perjalanan penyakit yang lebih fulminan. ITP akut pada anak biasanya self limitting, remisi spontan terjadi pada 90 % pasien.
Pasien dengan ITP kronik awitan biasanya tidak menentu. Riwayat perdarahan sering terjadi dari ringan sampai sedang. Infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, serta memiliki perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, mungkin intermitten atau bahkan terus menerus. Remisi spontan jarang terjadi dan tampaknya remisi tidak lengkap. Manifestasi trombositopenia berupa ekimosis, petekie, purpura serta perdarahan bermakna sebagai akibatnya. Tetapi, sangat mengejutkan bahwa mereka seringkali mengalami perdarahan yang lebih ringan dibandingkan yang diperkirakan dari derajat trombositopenianya. Seorang pasien dengan trombosit kurang dari 10.000/mm3 mungkin hanya mengalami petekia sedikit pada tubuhnya yang terndah dan tidak ada gejala yang lainnya. Tetapi pada spektrum yang lain, sebagian pasien mangalami perdarahan yang akut dan parah, dan 1% dari pasien tersebut mengalami perdarahan intrakranial.
Harus ditekankan bahwa ITP merupakan gangguan pada trombosit saja. Dan adanya kelainan lain harus mempertanyakan diagnosis ini. Kadang-kadang pasien mengalami anemia defisiensi besi penyerta karena pasien kehilangan darah, tetapi kelainan hematologis lain tidak konsisten dengan ITP. Tidak ada kelainan temuan fisik pada ITP selain dari petekia dan ekimosis. Adanya splenomegali atau limfadenopati harus menimbulkan adanya infeksi dasar, gangguan limfoproliferatif atau autoimun sebagai penyebab trombositopenia.
II.2.5 DIAGNOSA
Diagnosis dan temuan laboratorium walaupun terdapat banyak bukti tentang adanya antibodi antitrombosit pada ITP, upaya untuk mengembangkan test yang spesifik untuk antibody tersebut masih belum banyak berhasil, dan dengan demikian diagnosis ITP masih dibuat secara klinis. Adanya trombositopenia terisolasi disertai oleh megakariosit sumsum tulang yang banyak adalah temuan yang bermakna. Harus ditekankan bahwa temuan tersebut merupakan bukti peningkatan destruksi trombosit. Diagnosis ITP masih merupakan diagnosis setelah menyingkirkan keadaan lain. Diagnosis yang akurat merupakan hal yang penting.
Anamnesa tentang riwayat penyakit, penyakit penyerta atau obat-obatan yang dapat menyebabkan destruksi trombosit, riwayat perdarahan, disertai pemeriksaan fisik dan laboratorium akan dapat menegakkan diagnosis ITP. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan hitung trombosit < 150.000/μL dengan tidak dijumpai sitopeni lainnya, pemeriksaan morfologi darah tepi dapat dijumpai trombosit muda yang berukuran lebih besar. Pada pemeriksaan pungsi sumsum tulang didapatkan megakariosit normal atau meningkat
Gangguan lain yang menyebabkan disfungsi trombosit, seperti koagulasi intravascular menyebar atau purpura trombositopenik trombotik, memerlukan penatalaksanaan khusus dan kekeliruan diagnosis akan menimbulkan akibat yang berbahaya.
Sebagian ahli menyatakan bahwa trombosit pada ITP mungkin lebih besar dari normal, terutama karena trombosit – trombosit tersebut sangat muda. Kegunaan pengukuran ukuran trombosit pada apusan darah tepi adalah tergantung dari pengalaman pemeriksa. Penerapan test umur trombosit isotop pada gangguan ini dibatasi oleh ketersediaan test. Pada sebagian besar kasus terlihat mekanisme destruktif dari trombositopenia, tetapi dilema terapetiknya adalah apakah tepat merujuk pasien ke pusat rujukan dimana pemeriksaan untuk membuktikan penurunan umur trombosit dapat dilakukan.
II.2.6 PENATALAKSANAAN
Kortikosteroid dan splenectomi adalah inti dari terapi ITP. Steroid tampaknya menurunkan produksi antibody dan menghambat fagositosis trombosit . splenectomi juga mengakibatkan penurunan produksi antibody. ITP pada masa anak-anak biasanya mengalami remisi spontan dan banyak klinisi memilih untuk tidak mengobati pasien tersebut. Sebagian besar ahli mengobati semua pasien dewasa dan sebagian mengobati pasien anak-anak dengan manifestasi yang parah. Prednison 1mg/kg menginduksi respon pada sebagian besar pasien .seringkali dengan cepat meningkatkan hitung trombosit dan meningkatkan gejala. Jika respon telah terjadi penatalaksanaan harus diindividualisasikan. Tujuan terapi yang ideal adalah normalisasi hitung trombosit tanpa medikasi. Pada sebagian kecil pasien dewasa steroid dapat dikurangi bertahap (tappered) dan hitung trombosit tetap normal . tetapi yang lenih sering aadalah trombosit berkurang bersamaan dengan penurunan dosis steroid , atau terjadi relap setelah prednisone dihentikan. Pada pasien tersebut, splenektomi biasanya menghasilkan remisi permanen.
Jika remisi tidak terjadi atau tidak dapat dipertahankan dengan kurang dari 10mg prednisone/hari setelah uji coba 3 bulan, splenektomi harus dipertimbangkan. Pasien biasanya mengalami respon parsial terhadap splenektomi, dan pada kira-kira 50% pasien, splenektomi menginduksi remisi permanen, sebagian pasien yang tidak mengalami respon terhadap splenektomi menjadi responsif tehadap terapi steroid setelah prosedur.
Masih terdapat sejumlah kecil pasien yang tidak berespon terhadap splenektomi dan steroid, dan pada populasi ini obat imunosupresif seperti cyclophospamide, azathioprine, atau vincristine mungkin berguna.
Danazol, suatu androgen yang diperlemah, kadang-kadang berguna. Gama globulin dosis tinggi yang diberikan intravena belakangan ini terbukti sangat efektif. Sayangnya, efek biasanya bersifat sementaradan tiap terapi sangat mahal. Dengan demikian terapi ini biasanya dicadangkan untuk terapi darurat pasien refrakter.
Tidak ada terapi yang digunakan pada penyakit ini yang tidak memiliki resiko dan tujuan terapi harus dinilai bagi masing-masing pasien dan dipikirkan secara baik. Tujuan akhir dari terapi adalah mencegah perdarahan dan tidak perlu untuk mendapatkan hitung trombosit nyang normal untuk mencapai tujuan tersebut.resiko perdarahan pada pasien individual harus dipertimbangkan terhadap resiko terapi. Sebagai contohnya banyak pasien dengan ITP relatif bebas gejala dengan trombosit 50.000/mm3, sehingga beralasan pada pasien terebut untuk menunda terapi tambahan sampai situasi klinis memerlukannya.
Sindroma-sindroma yang menyerupai purpura trombositopenik idiopatik. Sejumlah gangguan dapat disertai oleh sindroma mirip ITP. Gangguan limfoproliferatif, leukima limfositik kronik, penyakit hodgkin, dan limfona non-hodgkin semuanya memiliki insidensi destruksi trombosit yang kecil namun bermakna. Lupus eritematosus sistemik secara mengejutkan sering disertai oleh trombositopenia yang tampaknya diperanttarai imunologi. Anemia hemolitik autoimun kadang kadang juga disertai ITP (sindroma evans) demikian juga dengan mononukleosis infeksius.gambaran mirip ITP mungkin merupakan gejal pertama pada gangguan tersebut. Dengan demikian penting untuk memastikan bahwa ITP bukan merupakan gejala awal dari gangguan lain, dari terapi gangguan proliferatif dasa ,misalnya, sangat penting bagi pasien. Penatalaksanaan trombositopenia pada gangguan tersebut adalah mirip dengan ITP yaitu dengan steroid dan splenektomi.
Suatu trombositopenia imunologis yang secara klinis tidak dapat dibedakan dengan ITP telah semakin sering ditemukan pada pasien yang terpapar oleh human immunodeficiency virus. Dengan meningkatnya insidensi heteroseksual virus ini, tingkat bkecurigaan yang tinggi harus diberikan pada pasien yang jelas adanya perilaku beresiko tinggi.tetapi trombositopenia adalah identik dengan ITP klasik tetapi implikasi seropositivitas HIV adaalah sangat besar sehingga followup medis dan konseling yang tepat harus direncanakan bagi pasien tersebut.
II.3 MANIFESTASI IDIOPATHIC TROMBOCYTOPENIC PURPURA PADA RONGGA MULUT
II.3.1 PERSIAPAN TINDAKAN
Sebelum melakukan tindakan ekstraksi, seorang dokter gigi harus bisa menganamnesis dengan cermat untuk mengungkapkan adanya riwayat penyakit atau riwayat pendarahan sebelaum melakukan pencabutan gigi serta perlunya penanganan awal seorang dokter gigi, yaitu:5
• Periksa tekanan darah
• Periksa laporan darah untuk pendarahan, waktu bekuan, gula darah.
• Jika memakai aspirin hentikan pada waktu pencabutan gigi
• Berikan riwayat kesehatan yang sesuai pada dokter gigi sebelum pencabutan dilakukan.
Jika pasien memiliki riwayat pendarahan setelah pencabutan, sangatlah bijaksana untuk membatasi jumlah gigi yang akan dicabut pada kunjungan pertama, melakukan penjahitan pada jaringan lunak, dan mengamati perkembangan pasca bedah.
II.3.2 MANIFESTASI ITP INTRAORAL
Karakteristik Intraoral4,6,7
Pasien dengan ITP umumnya datang dengan riwayat infeksi virus sebelumnya, petekie, memar pada tubuhnya dan perdarahan mukosa. Perdarahan pada tulang sendi, hidung dan traktus gastrointestinal dan ekimosis mukosa buccal. Meskipun terdapat tanda perdarahan, keadaan umum pasien biasanya baik. Karakteristik klinik dapat menjadi nyata dimana pada pemeriksaan hitung trombosit mengalami dibawa 50,000/mm3. Ambang batas trombosit yang masih diterima bila ada perdarahan adalah 30,000/mm3; Finucane et al. mengkontraindikasikan tehnik anestesi pada pasien dengan hitung trombosit turun 30,000/ mm3. Yeager et al, juga mengatakan tindakan manipulasi bedah pada pasien dengan ITP hanya pada kasus yang berat saja.
Themistocleous et al. Menegaskan pentingnya pemeriksaan klinis sejak anamnesis menegakkan hipotesa diagnosis ITP. Hal ini dapat memberikan kesempatan bagi dokter bedah mulut mendeteksi kondisi buruk ataupun gangguan sistemik yang akan terjadi sehingga prognosis dapat berubah. Tanda-tanda seperti perdarahan gingiva spontan, petekie dan hematoma pada tubuh dapat menjadi suatu bentuk kecurigaan adanya gangguan koagulasi. Ketika kecurigaan koagulopati timbul, dokter bedah mulut sebaiknya merujuk pasien pada dokter spesialis yang berkompeten sehingga diagnosa dan prosedur yang tepat dapat dijalankan.
Gambar dan tabel dibawah ini dapat membantu menjelaskan karakteristik intraoral pada penderita ITP.
II.3.3 PENATALAKSANAAN DENTAL
Penatalaksanaan dental
Perdarahan gusi spontan biasanya dapat ditangani dengan kumur mulut oxidizing, tetapi transfusi trombosit mungkin diperlukan untuk menghentikan perdarahan. Higiene oral yang baik dan terapi periodontal konservatif membantu menghilangkan plak dan kalkulus yang mempermudah perdarahan. Trauma asidental dapat dihindari dengan mengganti protesis yang tidak pas dan melepas semua alat ortodontik. Pasien tersebut harus diingatkan untuk melepaskan protesis yang dapat dilepas sebelum tidur.
Perawatan darurat selama episode trombositopeni parah terdiri dari terapi endodontik, antibiotika, dan analgetik nonsalisilat. Insisi tusuk dan drainasi dapat dilakukan, tetapi diseksi tumpul pada daerah yang mengalami abses harus dihindari. Terapi definitif harus ditunda sampai fungsi trombosit lebih dari 50.000 / mm3 sebaiknya dicapai sebelum terapi dental, dan transfusi lebih lanjut harus diberikan pra operatif untuk mempertahankan hemostasis. Hepatitis dan pembentukan antibodi antitrombosit adalah efek samping potensial yang serius dari transfusi trombosit kontinu. Suatu cara alternatif, yang dikembangkan secara empiris oleh beberapa klinis, adalah menggunakan transfusi trombosit tunggal praoperatif yang diberikan ½ jam sebelum terapi dental.
Injeksi blok tidak boleh diberikan bila hitung trombosit kurang dari 30.000/ mm3 karena kemungkinan pembentukan hematom dan obstruksi saluran pernapasan. Anastesi infiltrasi atau perisemental dapat digunakan.
Analgesik yang mengandung aspirin dikontraindikasikan karena dapat mempotensiasi perdarahan. Pemakaian obat yang sebelumnya menginduksi episode trombositopeni harus dihindari. Pasien dengan trombositopeni harus diperiksa secara teratur untuk mencari sumber infeksi dental. Mereka juga mungkin menderita insufisiensi adrenal
Kontrol Lokal untuk Perdarahan5
Sebelum melakukan prosedur pembedahan oral, sangat penting untuk memahami berbagai faktor yang berpengaruh di dalam mengontrol perdarahan. Tubuh manusia sendiri memiliki beberapa mekanisme untuk mengontrol perdarahan. Ketika dilakukan pemotongan maka pembuluh kapiler yang kecil cenderung untuk berkontraksi sehingga menutup aliran darah. Kemampuan darah untuk mengalami koagulasi adalah faktor yang sangat penting,sehingga bekuan darah dapat menyumbat ujung pembuluh yang dipotong. Efek faso kontriksi seperti adrenalin, suprarenin, atau epinefrin atau faso kontriktor yang lain berpengaruh dengan proses pembukuan darah.
Tindakan lokal adalah dasar dari seluruh perawatan pada perdarahan pasca pencabutan walaupun terdapat penyebab sistemik. Segala usaha harus dilakukan untuk membuat kondisi setempat yang ideal bagi proses pembekuan darah. Sebaiknya dipakai teknik pencabutan yang hati-hati, tetapi walaupun sudah sangat berhati-hati tetap saja bisa terjadi luka pada gingival.
Bereaksilah dengan tenang dan percaya diri dan ambil alih situasi. Umumnya pasien sebaiknya dipisahkan dari kerabat atau teman. Sebaiknya dudukkan pasien di kursi klinik di bawah penerangan yang baik dengan bantuan dari asisten kompeten. Aspirator harus selalu tersedia, bersama dengan seluruh instrument yang diperlukan (contohnya, kaca mulut, ujung aspirator kecil, tang cabut, gunting jaringan, penjepit jarum, dan benang yang kuat).
Suction dan penerangan yang baik merupakan persyaratan utama bagi kontrol lokal untuk perdarahan. Apabila bagian yang mengalami perdarahan sudah ditemukan, lakukan anastesi lokal supaya perawatan tidak menyakitkan. Bekuan darah yang ada dibersihkan dan bagian tersebut dikeringkan dan diperiksa. Apabila perdarahan berasal dari dinding tulang, maka alveolus diisi dengan sponge gelatin yang dapat diabsorbsi (Gelfoam) atau sponge kolagen mikrofibrilar. 3
Tahap – tahap penatalaksaan pada perdarahan pasca ekstraksi
1. Periksa luka itu – beri pasien larutan kumur dan buang semua beku darah pada daerah perdarahan dengan menggunakan aspirator.
2. Tekanan adalah tindakan segera, baik tekanan dengan tangan atau tekanan tidak langsung dengan perban.
3. Klem atau pengikatan digunakan untuk mengontrol pendarahan dari pembuluh darah
4. Klip hemostatik, digunakan untuk mengontrol perdarahan dari pembuluh yang sulit diikat.
5. Elektrokauterisasi, untuk pendarahan dari pembuluh yang kecil atau rembesan
6. Menutupnya dengan sepon kasa atau Gelfoam bertekanan
7. Letakkan kasa yang lembab di atas luka dan minta pasien menekannya dengan cara menutup mulutnya. Kasa tersebut haruslah terbuat dari bahan tenun dan dilipat agar ukurannya tidak lebih dari dua kali ukuran gigi yang dicabut, sehingga memberi tekanan pada tepi gingival. Masukkan kasa secara hati-hati di atas soket, dan bila diperlukan, instruksikan pasien untuk menggigitnya selama 20 menit tanpa pemeriksaan selanjutnya. Jika perdarahan masih terjadi maka kasa harus diganti. Jika perdarahan terus berlangsung, ulangi hal ini. Jika berlanjut terus, maka lakukan:
Infiltrasi sekeliling daerah soket dengan anastesi local yang mengandung adrenalin, dan tunggu selama dua sampai tiga menit. Sekarang dibutuhkan bantuan seorang asisten. Buang darah beku yang berlebihan dan periksa tepi-tepi luka. Apabila perdarahan berasal dari luka koyak atau insisi, eksisi tepi luka yang bergerak, atau yang pasokan darahnya meragukan (sianotik dan dengan pedikel sempit). Buat jahitan yang dalam pada jaringan melalui daerah yang koyak atau bagian yang diinsisi, tempat asal perdarahan, dan ikat dengan kencang untuk menekan jaringan tersebut. Tarik mukosa melalui soket dengan menggunakan matres horizontal, bilamana mungkin ikat jahitan dengan kencang sampai jaringan gingival memutih. Letakkan kasa pada soket, instruksikan pasien untuk memberikan tekanan selama 5 menit dan periksa kembali luka tersebut.
Tutupi soket dengan kasa. Baik apakah anastesi local masih efektif atau tidak, infiltrasikan anastesi local yang mengandung adrenalin di sekeliling tepi-tepi luka sekali lagi. Buka jahitan dan ganti, tetapi jangan disimpul. Suatu cara yang cukup membantu adalah dengan mengaitkan benang jahitan melewati soket ke gigi di dekatnya sehingga bisa ditempatkan kasa pada soket. Kasa dapat terbuat dari bahan yang bisa diserap maupun tidak, dengan konsistensi yang dapat ditekankan ke luka, misalnya surgicel atau kasa ribbon yang tidak diserap yang direndam dalam varnish white head. Jangan gunakan sponge yang bisa diserap. Lepaskan ikatan benang pada gigi tetangga dan tempatkan di atas kasa. Ikat jahitan tersebut.
Hanya sedikit dokter gigi yang tidak berhasil melakukan hal ini. Jika mukosa luka sangat parah, mungkin disertai dengan kerusakan pada tepi-tepi soket, lakukan hal seperti di atas tetapi tempatkan jahitan jauh dari soket dan letakkan 2-3 lapis surgicel pada soket. Luka distabilisasikan oleh bentangan benang jahit yang menyilang dari jahitan itu.
Pada kasus yang sangat jarang, yaitu jika titik perdarahan yang bisa dilihat, jahit kembali dengan jahitan kecil atau dengan pola seperti angka delapan. Bila tahap terakhir akan dilaksanakan pertimbangkan untuk memberikan obat penenang pada pasien. Pada bedah mulut, diazepam 5-10 mg atau temazepam 10 mg sudah cukup, walaupun pasien yang sangat gugup membutuhkan dosis sampai 3 kali lipat. Diazepam akan diberikan secara intramuscular atau intravena 5-10 mg asalkan pasien tidak mempunyai penyakit pernapasan bagian atas. Sebagai pilihan lain adalah midazolam 5-10 mg. Semua pasien yang menerima obat penenang harus ditemani, dan tidak boleh mengendarai mobil, menjalankan mesin, atau memakai peralatan dapur selama 24 jam.
Jika terjadi perdarahan, maka ada beberapa golongan obat-obatan yang perlu untuk diingat dan diperhatikan, antara lain :
1. Antikoagulan. Beberapa pasien menggunakan obat antikoagulan karena berbagai alasan. Pada wanita muda untuk thrombosis vena dalam yang berulang, pria usia pertengahan untuk infark miokardium atau penggantian katup jantung, orang tua untuk menghindari stroke. Periksa riwayatnya.
2. Aspirin adalah antikoagulan ringan. Beberapa pasien mendapat dosis aspirin yang teratur untuk mengurangi agregasi platelet dan menghindari thrombosis. Dosis ini demikian kecil sehingga tidak membuat perbedaan yang nyata pada pendarahan dari lesi di dalam mulut. Contohnya, dosis besar yang diberikan pada penderita arthritis rumatoid, akan memberikan efek yang nyata dalam memperpanjang waktu bekuan. Pasien yang kesakitan bisa saja meminum dosis yang lebih besar dari dosis yang disarankan, dan tidak menyadari kandungan preparat analgesiknya. Periksa riwayat penyakit.
3. Hemofilia atau penyakit Crismas. Bila kondisi ini cukup parah sehingga menimbulkan perdarahan spontan dari dalam mulut, pasien kemungkinan besar telah mengetahui bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Namun, bentuk yang ringan, dapat disamarkan oleh perdarahan dari pencabutan gigi dan umumnya timbul berupa perdarahan reaksioner.
4. Kelainan darah. Leukimia dan trombositopenia dapat menyebabkan perdarahan spontan dari gingival atau perdarahan yang membingungkan sehabis pencabutan gigi. Umumnya, ada tanda-tanda lain dari penyakit ini dan jarang sekali pasien datang ke dokter gigi tanpa mengetahui keberadaan penyakit ini. Walaupun demikian, rembesan darah dari gingival yang terus menerus, sebaiknya dipertimbangkan dengan serius dan semua tindakan bedah ditunda sampai kondisi medis pasien yang sebenarnya diketahui.
5. Pasien menjadi sangat cemas karena mengalami perdarahan dalam mulut. Hal ini sendiri dapat menaikkan tekanan darah dan membantu terjadinya perdarahan. Selain itu, rasa cemas meningkatkan kadar fibrinolisin. Yang lebih penting lagi, mencuci mulut berulang-ulang, gangguan dari lidah, atau pertemuan dengan pasien atau kerabat yang mengalami perdarahan soket gigi dapat membuat perdarahan sulit berhenti.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W.A. Newman., 2002, Kamus Kedokteran Dorland edisi 29, Jakarta : EGC.
2. Rose, F.Louise, Kaye, Donald., 1997, Buku Ajar Penyakit Dalam untuk Kedokteran Gigi Jilid satu edisi 2, Jakarta : Binarupa Aksara
3. Hoffbrand, A.V, Petit, J.E, Moss, P.A.H., 2005, Kapita Selekta Hematologi, Jakarta : EGC
4. Anonim, 2009, Idiopathic Trombocytopenic Purpura, http://www.thejcdp.com/issue035/martini/04_page.htm, Akses tanggal 10-08-2009
5. Husna A Nur, 2009, Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi, http://gigiku-gigiku.blogspot.com/2009/04/perdarahan-pasca-ekstraksi-gigi_04.html, Akses tanggal 09-08-2009
6. Steven L. Bricker, Robert P. Langlais, Craig S. Miller ,2009, Oral Diagnosis, Oral Medicine and Treatment Planning, http://books.google.co.id/books?id=525T7rw_M4IC&pg=PA373&lpg=PA373&dq=thalasemia+extraction+dental+management&source=bl&ots=ukf5V4ayT6&sig=5XalwuolFh2NIxJaJb9uCvVPtDg&hl=id&ei=kWl-StqtNtCZkQXoqaGIAw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=2#v=onepage&q=&f=false, Akses tanggal 09-08-2009
7. Leslie DeLong, Nancy W. Burkhart, 2009, General and oral pathology for the dental hygienist, http://books.google.co.id/books?id=pkxrRi16ZfcC&pg=PT231&lpg=PT231&dq=thalasemia+dental&source=bl&ots=AqgDTYFyrT&sig=e21mxLtmAIB6H2Nb3frl2IAHm_Q&hl=id&ei=SmN-So7VBseOkAWC9YHuAg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6#v=onepage&q=&f=false, Akses tanggal 09-08-2009
No comments:
Post a Comment