My site...cekidot... ^^

Thursday, December 17, 2009

Selamat Tahun Baru 1431 Hijriah..!!!

Bismillah...
Semoga di tahun2 berikutnya selalu ada hal terbaik yg aku lakukan...
Semoga akan selalu ada kebahagiaan yg mengiringi....
Syukurku yg teramat tinggi padaMU yg masih memberikan aku kesempatan di kehidupan ini....

Selamat Tahun Baru 1431 Hijriah...
Semoga Rakhmat Allah selalu menyertai hidup kita...
Amiinn.. ;)

PARTOGRAF

Pengertian dan Penjelasan
Partograf merupakan gambaran persalinan yang meliputi semua pencatatan yang berhubungan dengan penatalaksanaannya. Hasil rekaman ini lebih efisien daripada catatan panjang dan memberikan gambaran piktogram terhadap hal-hal yang penting dari persalinan serta tindakan yang segera harus dilakukan terhadap perkembangan persalinan yang abnormal.

Hal-hal yang diamati pada catatan kemajuan persalinan atau partograf, adalah:
a) Kemajuan persalinan
• Pembukaan serviks.
• Penurunan bagian terdepan, dalam hal ini kepala.
• His (kontraksi uterus).
b) Keadaan janin
• Denyut jantung janin.
• Warna dan jumlah air ketuban.
• Moulage kepala janin.
c) Keadaan ibu
• Nadi, tekanan darah, dan suhu.
• Urin : volume, kadar protein dan aseton.
• Obat-obatan dan cairan yang diberikan.
• Pemberian oksitosin.

a) Kemajuan Persalinan
• Pembukaan serviks
 Pada grafik partograf kemajuan persalinan pada garis horizontal atau sumbu Y dibagi menjadi 24 kotak. Setiap kotak mewakili 1 jam jadi semuanya untuk 24 jam, 8 jam untuk fase laten. Pada garis vertikal atausumbu X, tercatat 1-10 cm untuk pembukaan (dilatasi) serviks, dan 0-5 cm untuk penurunan kepala, untuk setiap 1 kotak mewakili pembukaan 1 cm.
 Fase laten (kurun lambat dari pembukaan) berlangsung dari pembukaan 0 sampai 3 cm disertai penipisan bertahap dari serviks (effacement), sedangkan fase aktif (kurun cepat dari pembukaan) dari pembukaan 3 sampai 10 cm (pembukaan lengkap).
 Besarnya pembukaan dalam cm dicatat kedalam partograf dengan tanda silang “X”.
 Pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam kecuali bila ada indikasi.
 Pada fase aktif kecepatan pembukaan sekurang-kurangnya 1 cm/jam.
 Pada persalinan yang berlangsung normal pembukaan tidak boleh berada disebelah kanan garis waspada.
 Bila pada pemeriksa dalam didapati pembukaan serviks berada pada fase aktif (≥ 3cm), besarnya pembukaan langsung dicatat pada garis waspada.
 Ketika persalina beralih dari fase laten ke fase aktif, catatan pembukaan langsung dipindahkan dari daerah fase laten kegaris waspada, pertama garis lurus dari pembukaan masuk (fase laten), kemudian ke besarnya pembukaan pada pemeriksaan 4 jam berikutnya (fase aktif), kemudian dipindahkan ke garis waspada melalui garis yang terputus-putus (garis pindah). Garis putus-putus bukan merupakan bagian proses persalinan.
 Kotak mendatar (4 jam) disebelah kanan dari garis waspada pada prtograf terdapat “garis tindakan”. Bila grafik pembukaan melewati garis tindakan, maka ibu harus diperiksa dengan cermat apa yang menyebabkan terhambatnya pesalinan itu dan merencanakan tindakan yang tepat untuk mengatasinya.
• Penurunan Kepala
 Untuk menilai kemajuan persalinan kita menilai penurunan kepala terhadap rongga panggul sebagai jalan lahir, biasanya pada persalinan yang normal pembukaan serviks akan diikuti dengan penurunan kepala.
 Untuk mempermudah penilaian terhadap turunnya kepala maka evaluasi penilaian dilakukan setiap 4 jam melalui pemeriksaan luar dengan metode perlimaan diatas simfisis, yaitu dengan memakai 5 jari, sebelum dilakukan periksa dalam. Bila kepala masih berada diatas PAP maka masih dapat diraba dengan 5 jari (rapat) dicatat dengan 5/5, pada angka 5 di garis vertikal sumbu X pada partograf yang ditandai dengan “O”.
 Selanjutnya pada kepala yang sudah turun, maka akan teraba sebagian kepala diatas simfisis (PAP) oleh beberapa jari 4/5, 3/5, atau 2/5, yang pada partograf turunnya kepala ditandai dengan “O” dan dihubungkan dengan garis lurus.
• His
 Pada persalinan yang berlangsung normal maka his akan terasa makin lama makin kuat, dan frekwensinya bertambah. Pengamatan his dilakukan tiap 1 jam dalam fase laten dan tiap 1/2 jam pada fase aktif.
 Frekwensi his diamati dalam 10 menit, lama his dihitung dalam detik dengan cara mempalpasi perut. Pada partograf jumlah his digambarkan dengan kotak-kotak yang terdiri dari 5 kotak sesuai dengan jumlah his dalam 10 menit.
 Lama his (duration) digambarkan pada partograf berupa arsiran didalam kotak:
 (titik-titik) 20 detik.
 (Garis-garis miring) 20-40 detik.
 (kotak dihitamkan) 40 detik.

b) Keadaan Janin
• Denyut Jantung Janin
 Denyut jantung janin dapat diperiksa setiap setengah jam. Saat yang tepat untuk menilai denyut jantung segera setelah his terkuat berlalu selama ± 1 menit, dan ibu dalam posisi miring.
 Yang diamati adalah frekwensi dalam 1 menit dan keteraturan denyut jantung janin. Pada partograf denyut jantung janin dicatat dibagian atas, ada penebalan garis pada angka 120 dan 160 yang menandakan batas normal denyut jantung janin.
 Kalau diamati ada denyut jantung janin abnormal, dengarkanlah setiap 15 menit, selama 1 menit segera setelah his hilang.
 Bila dalam 3 kali pengamatan tetap abnormal maka harus diambil tindakan, yang dapat berupa :
 Rehidrasi.
 Pemberian oksigen.
 Tidur mengarah ke kiri.
 Pengamatan yang tepat untuk menyingkirkan tali pusat menumbung/ lilitan tali pusat.
• Warna dan Selaput Ketuban
 Observasi dengan pemeriksaan dalam, apakah selaput ketuban intak (+), yang dicatat dengan “I” dalam partograf. Bila sudah pecah, dicatatdalam partograf sesuai dengan kualitas air ketuban tersebut, bila jernih dicatat dengan “C”, bila tercampur dengan feses “M” (meconium staird), dan apabila air ketuban tidak ada atau kering :”A” (absent).
 Bila dijumpai air ketuban bercampur dengan mekonium dan disertai denyut jantung janin yang abnormal dapat dipastikan adanya tanda-tanda gawat janin.
• Moulage Kepala Janin
 Hal ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan dalam. Yang dinilai adalah pertemuan antara tulang-tulang tengkorak kepala atau sutura.
 Bila dijumpai pada kepala yang masih tinggi, yaitu 5/5 maka akan kemungkinan terjad disproporsi kepala dan panggul.
 Pada partograf dicatat berupa :
O : tulang-tulang kepala terpisah dan sutura masih teraba
+ : tulang-tulang kepala masih menempel
++ : tulang-tulang kepala tumpang tindih
+++ : tulang-tulang kepala tumpang indih berat


c) Keadaan Ibu
Tercatat pada bagian bawah partograf:
• Nadi, tekanan darah dan suhu.
 Nadi: setiap 1 jam dicatat dalam kolom nadi.
 Tensi: setiap 4 jam dicatat dalam kolom tekanan darah.
 Suhu: setiap 4 jam dicatat dalam kolom suhu
• Pemeriksaan urin.
 Volume: jumlah urine.
 Protein: ewit.
 Aseton.
• Obat-obatan dan cairan yang diberikan selama proses persalinan.
• Pemberian oksitosin, tercatat pada kolom khusus pada partograf, dibagian bawah.

Petunjuk Pengisian Partograf
Untuk kepentingan pencatatan dalam sistem partograf mengenai kemajua persalinan, keadaan janin, dan keadaan ibu, yang perlu diperhatikan adalah :
1) Pencatatan kedalam partograf dimulai sewaktu ibu dalam keadaan inpartu (masuk kedalam proses persalinan).
2) Fase laten dimulai dari pembukaan 3 m dengan disertai pendataran serviks secara berangsur-angsur dan lamanya tidak lebih dari 8 jam.
3) Fase aktif dimulai dari pmbukaan 3 cm sampai dengan pembukaan 10 cm (pembukaan lengkap) denga kecepatan rata-rata 1 cm/jam.
4) Garis waspada garis lurus dimulai dari pembukaan 3 cm sampai 10 cm.
5) Garis tindakan / action line garis yang digambarkan 4 jam dari garis waspada dan sejajar dengan garis waspada tersebut.
6) Kemajuan persalinan dikatakan normal (tidak memerlukan tindakan) bila pembukaan serviks selalu berada pada atau disebelah kiri garis waspada.
7) Bila pasien masuk dalam fase aktif langsung, maka pembukaan langsung dicatat pada garis waspada.
8) Bila persalinan maju dari fase laten ke fase aktif, maka pembukaan dipindahkan atau ditransfer (berupa garis terputus-putus yang melengkung) dari fase laten ke garis waspada.
9) Pengisian partograf dimulai saat inpartu:
I. Fase laten  3 cm.
His (+) : frekwensi 2 kali dalam 10 menit, lamanya  0 detik.
II. Fase aktif  3 cm.
His (+) : frekwensi minimal 1 kali dalam 10 menit, lamanya 20 detik.
III. Induksi persalinan
 Saat pemecahan ketuban + oksitosin.
 Bila indukasi hanya dengan oksitosin, maka paftograf dimulai saat inpartu, ketuban pecah.
IV. Ketuban Pecah Dini (KPD)
 Oksitosin dimulai.
 Timbul tanda inpartu.

Penanganan
a. Penanganan pada fase laten dan fase aktif normal
1) Jangan lakukan augmentasi (akselerasi) dan terapi suportif, kecuali bila ada indikasi.
2) Pada fase laten, jangan lakukan amniotomi, tetapi bila pada fase aktif, lakukan setiap saat.
b. Penanganan persalinan antara garis waspada dan garis bertindak
1) Kemajuan persalinan bergeser kekanan dari garis waspada. Kalau tidak ada fasilitas yang memadai untuk menangani penyulit kebidanan, maka ibu harus segera dirujuk kerumah sakit, kecuali kalau ibu hampir melahirkan bayinya.
2) Jangan lakukan augmentasi dan terapi suportif kecuali ada indikasi.
3) Amniotomi dilakukan pada saat pemeriksaan dalam.
c. Penanganan persalinan pada garis atau di luar garis tindakan
1) Keputusan harus segera diambil untuk mengakhiri persalinan.
2) Evaluasi keadaan janin : denyut jantung janin, keadaan air ketuban, dan moulage kepala.
3) Evaluasi keadaan ibu : nadi, tekanan darah, suhu, serta kandungan volume, protein, dan aseton dalam urin.
4) Berikan terapi suportif, berupa infus cairan, dan kosongkan kandung kemih. Kehamilan diakhiri dengan operasi caesarea pada keadaan gawat janin, DKP, atau ada kontraindikasi dengan oksitosin.
5) Berikan oksitosin bila tidak ada kontraindikasi.
6) Penatalaksanaan konservatif hanya berupa terapi suportif.
7) Selanjutnya observasilah kemajuan persalinan melalui pembukaan servikas 3 jam kemudian, lalu 2 jam terakhir (± 7 jam). Bila tidak terdapat kemajuan dari salah satu dari ke 3 pemeriksaan diatas persalinan harus segera diakhiri (biasanya dengan operasi caesarea).
8) Bila dilakukan augmentasi persalinan, maka ketuban dipecahkan sebelum infus oksitosin dimulai.
d. Penanganan persalinan pada perpanjangan fase laten (>8 jam)
1) Evaluasi keadaan medis secara utuh.
2) Bila belum dalam proses persalinan, maka partograf dibatalkan.
3) Terminasi persalinan dengan seksio caesarea dilakukan pada gawat janin atau DKP.
4) Amniotomi + oksitosin.
5) Lakukan penilaian:
 Periksa dalam tiap 4 ja sampai 12 jam.
 Kalau dalam 8 jam belum masuk fase aktif lakukan seksio caesarea
 Bila fase aktif tercapai selama dalam 8 jam tetapi kecepatan pembukaan kurang dari 1 cm, maka terminasi persalinan dengan seksio caesarea.

Monday, December 14, 2009

Ketuban Pecah Dini

I. DEFINISI
Ketuban pecah dini atau spontaneous/early/premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum in partu.
Yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Dalam keadaan normal,selaput ketuban pecah dalam proses persalinan.
II. ETIOLOGI
Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra selular amnion, korion dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desisua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin,sitokinin dan protein hormon yang merangsang aktivitas “matriks degrading enzym”
MEKANISME KETUBAN PECAH DINI
Ketuban Pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang mentebabkan selaput ketuban inferior rapuh,bukan kerana seluruh selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antar sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan struktur,jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Aktivitas degradasi preteolitik ini meningkat menjelang persalinan.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini prematur sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks, solusio plasenta.

III. KLASIFIKASI
• PPROM ( Preterm Premature Rupture of membrane)
Ketuban pecah pada saat usia kehamilan < 37minggu
• PROM ( Premature Rupture of Membrane)
Ketuban pecah pada saat usia kehamilan ≥ 37 minggu
IV. PREDISPOSISI
• Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen.
• Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok.
V. DIAGNOSIS
• Tentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan ketuban di vagina,jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan.
• Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (nitrazin test) merah menjadi biru.
• Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38°C serta air ketuban keruh dan berbau. Leukosit darah > 15.000/mm³. Janin yang mengalami takikardia,mungkin mengalami infeksi intrauterin.
• Tentukan tanda-tanda persalinan dan hitung skoring pelvik.
• Tentukan adanya kontraksi yang teratur.
• Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan)
VI. KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal.
I. Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada usia kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
II. Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,pneumonia,omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah Dini premature,infeksi lebih sering daripada aterm.Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
III. Hipoksia Dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban janin maka semakin gawat.
IV. Sindroma Deformitas Janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin serta hipoplasi pulmonar.

VII. PENATALAKSANAAN
Konservatif
Rawat di rumah sakit,berikan antibiotik (ampisillin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari). Jika usia kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak lagi keluar.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu,sudah inpartu,tidak ada infeksi,berikan tokolitik (salbutamol),deksametason,dan induksi setelah 24 jam.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu,leukosit,tanda-tanda infeksi intrauterin).
Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu.Dosis betametason 12 mg perhari dosis tunggal selama 2 hari,deksametason I.M 5mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 25 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
Bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks,kemudian induksi. Jika tidak berhasil,akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
Bila skor pelvik > 5,induksi persalinan.

Solutio Plasenta

3.1. DEFINISI
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir, dihitung sejak kehamilan 28 minggu.
Nama lain dari solusio plasenta adalah: abruption placentae, ablatio placentae, accidental haemorrhage, dan premature separation of the normally implanted placenta.

3.2. FREKUENSI
Frekuensi solusio plasenta di berbagai negara tidak sama, karena cara penyelidikan dan daerah lingkungan tidak sama pula. Sebagai contoh: Inggris (0.59%), Amerika (0.73%), RS.Pirngadi Medan (0.4-0,5%).
Makin lanjut usia, makin besar kemungkinan terjadinya solusio plasenta, karena pada usia lanjut kemungkinan mendapat arteriosklerosis lebih besar.

3.3. ETIOLOGI
Belum diketahui pasti. Faktor yang mempengaruhi antara lain:
1. Faktor vaskuler (80-90%), yaitu toksemia gravidarum, glomerulonefritis kronik, dan hipertensi kronik.
Karena desakan darah tinggi, maka pembuluh darah mudah pecah, kemudian terjadi hematoma retroplasenter dan sebagian plasenta terlepas.
2. Faktor trauma:
- Pengecilan yang tiba tiba dari uterus pada hidramnion dan gemelli.
- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar, atau pertolongan persalinan.
3. Faktor paritas.
Lebih banyak dijumpai pada multi daripada primi.
4. Pengaruh lain seperti anemia,malnutrisi,tekanan uterus pada vena cava inferior,dll.
5. Trauma langsung seperti terjatuh, kena tendang, dll.

3.4. PATOFISIOLOGI
Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan ke dalam desidua basalis, yang kemudian terbelah dan meninggakan lapisan tipis yang melekat pada miometrium sehingga terbentuk hematoma desidual yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut.
Ruptur pembuluh darah arteri spiralis desidua menyebabkan hematoma retroplasenta yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah, sehingga pelepasan plasenta makin luas dan mencapai tepi plasenta. Karena uterus tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak mampu berkontraksi optimal untuk menekan pembuluh darah arteri tersebut. Selanjutnya darah yang mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban.

3.4. KLASIFIKASI
Secara klinis, solusio plasenta dibagi dalam:
1. Solusio plasenta ringan
Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janin. Terjadi perdarahan pervaginam, warna kehitam hitaman dan sedikit sekali. Perut mungkin agak sakit atau terus menerus agak tegang. Walaupun demikian, bagian janin masih mudah teraba.
2. Solusio plasenta sedang
Plasenta telah terlepas lebih dari 1/4 tetapi belum sampai 2/3 luas permukaannya. Tanda tanda dan gejala dapat timbul perlahan lahan seperti solusio plasenta ringan atau mendekat dengan gejala sakit perut terus menerus, nyeri tekan sehingga bagian bagian dari janin sukar diraba. Telah ada tanda tanda persalinan, persalinan selesai dalam waktu 2 jam.
3. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannya. Terjadi tiba tiba biasanya syok dan janin telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan syok ibu. Besar kemungkinan telah terjadi pembekuan darah.

DIAGNOSIS DAN GEJALA KLINIS
Solusio plasenta yang ringan pada umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas, dalam hal ini diagnosis ditegakkan setelah anak lahir. Pada plasenta didapat koagulum darah dan krater.
Pada keadaan yang agak berat dapat dibuat diagnosis berdasarkan:
1. Anamnesa
-perasaan sakit yang tiba tiba di perut
-perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan sekonyong konyong (non recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan darah.
-pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti.
-kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunang.
2. Inspeksi
-pasien gelisah, dan tampak kesakitan
-pucat, sianosis, keringat dngin
-terlihat darah keluar pervaginam
3. Palpasi
-uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun diluar his.
-nyeri tekan terutama ditempat plasenta terlepas.
-bagian bagian janin sulit di kenali karena perut/uterus tegang.
4. Auskultasi
Sulit karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas 140, kemudian turun dibawah 100, dan akhirnya hilang bila plasenta yan terlepas lebih dari 1/3.
5. Pemeriksaan dalam
-serviks dapat telah membuka atau masih tertutup
-jika sudah terbuka, maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his atau di luar his.
-jika ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering dikacaukan dengan plasenta previa.
6. Pemeriksaan umum
-tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok.
-nadi cepat, kecil, dan filiformis.
7. Pemeriksaan laboratorium
-urin: albumin (+), pada pemeriksaan sediment terdapat silinder dan lekosit.
-darah: Hb menurun (anemi), periksa golongan darah. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah a/hipofibrinogemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation Test) tiap 1 jam, test kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan test kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 150mg%).
8. Pemeriksaan plasenta
Sesudah bayi dan plasenta lahir, plasenta diperiksa. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum atau darah beku di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplasenter.

KOMPLIKASI
Tergantung luas plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi pada ibu adalah perdarahan, koagulopati konsumtif (kadar fibrinogen <150mg% dan produk degradasi fibrin meningkat), oliguria, gagal ginjal, gawat janin, kematian janin dan apopleksia uteroplasenta (uterus Couvelaire), dalam hal ini darah merembes memasuki otot otot rahim sampai kebawah serosa, bahkan kadang sampai ke lig.latum dan melalui tuba masuk ke rongga panggul. Uterus terlihat lebih besar, dinding uterus penuh dengan bintik bintik merah hematom dari kecil sampai besar. Bila janin dapat diselamatkan, dapat terjadi komplikasi asfiksia, berat badan lahir rendah, dan sindrom gagal napas.

PENATALAKSANAAN
Penderita segera dikirim ke rumah sakit terdekat dimana tersedia fasilitas operasi. Jika perdarahan banyak, pre syok atau syok, diberi infuse dulu baru di kirim. Di rumah sakit periksa Hb, Ht, golongan darah, selanjutnya di periksa tekanan darah dan nadi untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat perdarahan, pantau pula DJJ dan gerak janin. Bila terdapat renjatan segera lakukan resusitasi cairan dan transfusi darah. Setelah renjatan diatasi, pertimbangkan SC bila janin masih hidup atau persalinan pervaginam diperkirakan berlangsung lama.
Bila tidak terdapat renjatan dan usia gestasi ≤37 minggu atau taksiran berat janin <2500gr, penanganan berdasarkan berat atau ringannya penyakit, yaitu:
1.Solusio plasenta ringan
- Ekspektatif, bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, kontraksi uterus tidak ada, janin hidup) dengan tirah baring, atasi anemia, USG, CTG, lalu tunggu persalinan spontan.
- Aktif, bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, uterus berkontraksi, dapat mengancam ibu dan janin). Usahakan partus pervaginam dengan amniotomi atau infuse oksitosin. Jika terus perdarahan, skor pelvic <5 atau persalinan masih lama, lakukan SC.
2. Solusio plasenta sedang/berat
-resusitasi cairan
-atasi anemia dengan pemberian transfusi darah
-partus pervaginam bila diperkirakan dapat berlangsung dalam 6 jam, perabdominam bila tidak dapat.
Bila tidak terdapat renjatan dan usia gestasi ≥37 minggu atau taksiran berat janin ≥2500gr, pikirkan partus perabdominam bila persalinan pervaginam diperkirakan berlangsung lama.



PROGNOSIS
Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembuluh darah, ada tidaknya hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, dan jarak waktu antara terjadinya solusio plasenta sampai pengosongan uterus. Diperkirakan risiko kematian ibu 0,5-5% dan kematian janin 50-80%.

Asuhan Persalinan Normal (APN)

PERSALINAN NORMAL
60 Langkah Asuhan Persalinan
Kala – dua – tiga – empat


I. MELIHAT TANDA DAN GEJALA KALA DUA

1. Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua.

* Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
* Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan/atau vaginanya.
* Perineum menonjol.
* Vulva-vagina dan sfingter anal membuka.

II. MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN

2. Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial siap digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
3. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.
4. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku, mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk satu kali pakai/pribadi yang bersih.
5. Memakai satu sarung dengan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan dalam.
6. Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan meletakkan kembali di partus set/wadah disinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa mengkontaminasi tabung suntik).

III. MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DENGAN JANIN BAIK

7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah dibasahi air disinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina, perineum atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas atau kasa yang terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (meletakkan kedua sarung tangan tersebut dengan benar di dalam larutan dekontaminasi, langkah # 9).
8. Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap.
• Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap, lakukan amniotomi.

9. Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan (seperti di atas).
10. Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal ( 100 – 180 kali / menit ).
• Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.
• Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.

IV. MENYIAPKAN IBU & KELUARGA UNTUK MEMBANTU PROSES PIMPINAN MENERAN.

11. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai keinginannya.
• Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran. Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan-temuan.
• Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran.

12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu utuk meneran. (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman).
13. Melakukan pimpinan meneran saat Ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran:
• Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinganan untuk meneran
• Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran.
• Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (tidak meminta ibu berbaring terlentang).
• Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.
• Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu.
• Menganjurkan asupan cairan per oral.
• Menilai DJJ setiap lima menit.
• Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu primipara atau 60/menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk segera.

Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran
• Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit, menganjurkan ibu untuk mulai meneran pada puncak kontraksi-kontraksi tersebut dan beristirahat di antara kontraksi.
• Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera setalah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera.

V. PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI.

14. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, meletakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
15. Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong ibu.
16. Membuka partus set.
17. Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.

VI. MENOLONG KELAHIRAN BAYI

Lahirnya kepala

18. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan yang lain di kelapa bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan atau bernapas cepat saat kepala lahir.
• Jika ada mekonium dalam cairan ketuban, segera hisap mulut dan hidung setelah kepala lahir menggunakan penghisap lendir DeLee disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau bola karet penghisap yang baru dan bersih.
19. Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain atau kasa yang bersih.
20. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi :
• Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.
• Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua tempat dan memotongnya.
21. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.

Lahir bahu

22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan kearah keluar hingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior.

Lahir badan dan tungkai

23. Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang berada di bagian bawah ke arah perineum tangan, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir.
24. Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas (anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyangganya saat panggung dari kaki lahir. Memegang kedua mata kaki bayi dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.

VII. PENANGANAN BAYI BARU LAHIR

25. Menilai bayi dengan cepat, kemudian meletakkan bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan bayi di tempat yang memungkinkan).
26. Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi kecuali bagian pusat.
27. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu).
28. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.
29. Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka.

Jika bayi mengalami kesulitan bernapas, mengambil tindakan yang sesuai.

30. Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya.

VIII. PENANGANAN BAYI BARU LAHIR

Oksitosin

31. Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
32. Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.
33. Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu.

Penegangan tali pusat terkendali

34. Memindahkan klem pada tali pusat.
35. Meletakkan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
36. Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan belakang (dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, menghentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai.
• Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk melakukan ransangan puting susu.

Mengluarkan plasenta.

37. Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurve jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus.
• Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva.
• Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama 15 menit :

- Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM.
- Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung kemih dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu.
- Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
- Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.
- Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak kelahiran bayi.

38. Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut.
• Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau forseps disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk melepaskan bagian selapuk yang tertinggal.


Pemijatan Uterus

39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras).

VIII. MENILAI PERDARAHAN

40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau tempat khusus.
• Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase selam 15 detik mengambil tindakan yang sesuai.
41. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.

IX. MELAKUKAN PROSEDUR PASCA PERSALINAN

42. Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik.
Mengevaluasi perdarahan persalinan vagina.
43. Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5 %, membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan tersebut dengan air disinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkannya dengan kain yang bersih dan kering.
44. Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau mengikatkan tali disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.
45. Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat yang berseberangan dengan simpul mati yang pertama.
46. Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin 0,5 %.
47. Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya. Memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering.
48. Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.

EVALUASI

49. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam :
• 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
• Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.
• Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.
• Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan perawatan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri.
Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan dengan anestesia lokal dan menggunakan teknik yang sesuai.
50. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan memeriksa kontraksi uterus.
51. Mengevaluasi kehilangan darah.
52. Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
• Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam pertama pasca persalinan.
• Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.

Kebersihan dan keamanan

53. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah dekontaminasi.
54. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang sesuai.
55. Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat tinggi. Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
56. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI. Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang diinginkan.
57. Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.
58. Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
59. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.

Dokumentasi

60. Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang)

Alhamdulillah...



begitu mudah KAU membalikkan keadaan...
begitu aku mensyukuri nikmat yg KAU berikan...
dalam tangisku.
dalam asaku.
dalam terang dan gelapku.
semua yg terbaik tak selalu indah utk dirasakan.
ya.
semua yg kita mau bukan selalu yg terbaik...

terimakasih ya Allah...
utk semua hal terbaik yg KAU berikan...
utk segala kemudahan jalan ini...
semoga pikiranku selalu terbuka utk berpikir positif...
dan tetap akan selalu berusaha yg terbaik...

semangat cantiikk!! ;)

Friday, November 20, 2009

..kunamakan ia : RESAH...


ada saat dimana aku ragu utk melangkah....
terdiam sejenak dan merenung....
tapi tak satupun hal yg terlintas di benakku...
yg dapat memberikan keputusan bagi asaku....

aku takut...
entahlah...
apakah lbh tepat kunamakan ia : RESAH..?
ku tak tahu kemana arah tujuanku....

kesiapan mental yg harus kusimpan...
bekal utk menghadapi pertempuran yg sesungguhnya....
kuharap aku tdk sedang terlena...
sehingga lupa bagaimana aku hrs berperang....

ragaku tak sanggup menanggung harapan...
hanya hati yg berdoa siang dan malam....
dan entahlah...
apakah usahaku sudah cukup membuktikan...
toh saat ini aku masih bimbang dan ragu....

kuharap segalanya akan lancar....
tak seburuk apa yg selama ini kubayangkan....
aku tahu segalanya akan terjadi...
tak ada guna aku utk melarikan diri....

*harapan utk menjadi yg terbaik pd saat itu tiba!!!

Wednesday, November 18, 2009

karena hidup itu memiliki arti....

jika kegelapan ada...
maka ia hadir bukan utk ditakuti...
jika ketakutan ada...
maka ia hadir bukan utk menguasai hati...
jika kekuasaan ada...
maka ia hadir bukan utk disombongkan...
jika kesombongan ada...
maka ia hadir bukan utk mendatangkan kebahagiaan...

karena hidup ini memiliki arti...
tak perlulah membuat yang halus menjadi kasar...
tak perlulah membuat yang mudah menjadi rumit...
tak perlulah membuat yang indah menjadi buruk...
dan tak perlulah membuat yang manis menjadi pahit...

karena hidup ini memiliki arti...
tiap waktu yg berjalan akan meninggalkan jejak...
tiap jejak yang tertinggal tidak akan pernah hilang...
akan terus membekas...
karena semua itu....
memiliki arti....
yang akan selalu patut utk dikenang.

karena hidup ini memiliki arti...
tak satupun kejadian hadir patut utk dilupakan...
tak satupun kenangan silam yang patut utk dipersalahkan...
namun,dari sinilah kita memulai utk membuatnya menjadi lebih baik.

Monday, November 16, 2009

akhir dari sebuah rasa...


aku melihat dunia dgn warnanya...
bukanlah lagi hitam dan putih...
aku tahu segalanya akan lbh cerah...
namun bukan berarti akan selalu menjadi lbh baik...

akhir dari sebuah rasa...
rasa yg sempat aku agungkan...
rasa yg berjalan seiring waktu...
yg kemudian bertepi pd sebuah kesadaran hati....

aku pun berjalan menuju cahaya...
bukanlah lagi terang dan gelap...
namun lbh berwarna dr itu...
dan lbh indah drpd itu....

membedakan hitam dan putih...
membedakan terang dan gelap...
menilai tidak lg hanya satu sisi...
toh uang logam pun memiliki dua sisi yg berlainan....

aku pun mulai bs tersenyum...
tak lagi terengut menangisi yg lalu...
melangkah menuju kerinduan hati...
dan meninggalkan lama keresahan hati...

sebuah kejujuran...
yg aku pertahankan...
demi sebuah kebahagiaan....

aku bahagia...
untukmu.... :)

DALAM DIAM...


aku tak mampu utk berbicara...
tak kuasa merangkai kata-kata...
aku serasa bisu utk menggambarkan perasaan ini...
dan aku hanya bisa diam...

diam...
tak sanggup menunjukkan ekspresi hidup...
tapi aku jg tidak mati...
aku hanya tak mampu...


dalam diam aku berharap...
dalam diam aku termenung...
dalam diam aku bertanya...
dalam diam aku berdoa...
dan dalam diam aku pertanyakan keajaiban...

tak tahu apa yg harus dilakukan...
tak tahu apa yg harus dikatakan...
tak tahu apa yg harus dipertanyakan...
tak tahu apa yg harus diperdebatkan...
tak tahu apa yg harus diharapkan...
tak tahu apa yg harus dipertimbangkan...

semuanya gelap.
semuanya suram.
semuanya semu.
semuanya sangat tidak jelas.
akupun bingung utk melangkah...
serasa ragu utk menentukan pilihan terbaik.

Friday, October 23, 2009

Jika TUHAN menginginkan hal lain...


Rasa ini begitu aneh...
Rasa yg menyelimuti sudut jiwaku...
Yg tak terbantahkan oleh kata2...

Aku mencintaiMU Tuhan...
Di dalam helaan nafasku...
Di dalam ketakutanku akan murkaMU.
Itu krn aku selalu membutuhkanMU...

Jika aku sedih.
Aku ingin Kau menemaniku.
Jika aku bahagia.
Aku ingin Kau tahu betapa syukurku tak ingin kulupakan...

Aku mencintaiMU..
Saat apa yg kuharapkan terwujud...
Saat harapan yg kuinginkan diwujudkan dlm bentuk karunia yg lain...
Saat aku harus kehilangan apa yg kucintai dan kau ganti dgn cinta2 yg lain...

Kau tahu apa yg kubutuhkan.
Bukan hanya memenuhi apa yg kuinginkan...

Kau ingatkan aku jika jalanku salah...
Kau getarkan hati ini saat aku khilaf dan melakukan kesalahan berulang...

Hanya org2 BODOH dan SOMBONG yg merasa biasa2 saja atau malah bangga jika melakukan kesalahan...
Apalagi jika dia jelas2 tahu bahwa yg dilakukannya adalah sebuah kesalahan...
Krn tak ada yg tahu kpn ajal akan datang...
Manakala ajal datang saat kesalahan itu kita lakukan,maka hanyalah penyesalan yg ada....

Maafkan aku..
Ampuni aku..
Dgn semua keterbatasan yg kumiliki...
Bantulah aku utk selalu bersyukur padaMU...
Berilah aku kelapangan dada dan rasa maaf utk mereka2 yg telah menyakitiku...
Sesungguhnya pembalasanMU adalah yg seadil2nya...

Aku mencintaiMU Tuhan...
Dlm setiap jejak langkah hidupku...
Kuserahkan hidup dan matiku hanya padaMU...

*Di dalam kerisauan hati,2009

Tuesday, October 20, 2009

syukurku...


Alhamdulillah...
terima kasih utk hidup yg penuh warna ini....
hidup yg penuh suka dan duka...
ada rasa bahagia...
ada rasa dimana aku seperti terjatuh....

namun..
sesungguhnya...
setiap daun yg jatuh ke bumi pun terdapat takdir atasnya...

begitupun..
dengan hidupku!

Monday, October 19, 2009

PILU..*


melihatnya....
melihatku...
melihat mereka....

kapan semua ini akan berujung??
dan akankah ujung itu akan indah???
seperti apa???
indah yg bagaimana???

aku...
tak tahu...

aku masih membenci bayangan hitam itu...
namun...
bagaimanapun...
bayangan hitam itu adalah...
AKU.

Saturday, September 26, 2009

.THE CURE.


aku.
cuma.
ingin.
SEMBUH.

penyakit ini.
bisakah hilang.
dari tubuhku..??

Monday, September 14, 2009

asaku yg telah pergi...


teringat memori beberapa tahun terakhir..
sepertinya baru saja terjadi kemarin...
waktu terlalu cepat menyeretku ke masa kini, dan mungkin ke masa depan nanti...
padahal, beberapa tahun silam kurasakan waktu berjalan lambat...
ya..
karena saat itu aku hanya terfokus pada hal2 yg sangat amat teramat tidak baik untukku...
hal2 yg fana.
hal2 yg tidak jelas.
imajinasi.
harapan kosong.
harapan yg nyata2 menjatuhkanku pada lubang hitam yg sulit utk dilupakan.
tp, memang harus dilupakan.
HARUS.
karena aku msh punya masa depan...
tak kan ku sia2kan kesempatan, utk memperbaiki apa yg msh dpt diperbaiki.
IKHLAS.
utk masa depan yg lbh baik...

Tuesday, September 1, 2009

I HOOOOPEEEEE.....


berdoa utk segala hal yg terbaik....
dan lakukan segala hal dgn kemampuan terbaik....
be positive thinking....
jalani apa yg ada.....
syukuri nikmatNya....

pasti bisa.! ^^@

Saturday, August 29, 2009

Dear,someone IN THE PAST...



...dulu aku add facebooknya,tp tak ada notification yg menunjukkan bahwa dia telah meng-approve, entahlah mungkin dia memilih meng-ignore...
...satu bulan kemudian,dia meng-add facebook-ku,dan dgn niat baik aku pun meng-approve...

meski kami bagian dr masa lalu,namun byk hal yg menurutku 'belumlah selesai.!'

krn sampai saat ini,aku tak pernah tahu apa salahku hingga dia mengakhiri,mengacuhkan dan menyakiti...

menyedihkan akhir dr 4 thn itu.
aku memilih diam.
mencoba tak ambil peduli jika ada omongan negatif ttg diriku.
mencoba mensyukuri dan berbahagia.
mencoba memaafkannya dan memaafkan diriku sendiri...

akupun memulai hidup dr awal,menata yg telah di luluh lantakkan...

Kini.
Tiba-tiba.
Tanpa kusadari.
DIA TELAH ME-REMOVE aku dr facebooknya...

Ya.
padahal aku tak pernah sdikitpun mengganggu privacy dia,bahkan ketika dia telah bersama 'cinta-nya'...

dia telah memilih memutuskan tali silaturahmi dgnku?

Entahlah.

apa salahku?blm cukupkah menyakiti?

hanya bisa bersabar..insyaAllah.
dgn niat baik ini,jika memang dia tak mau lg menjd temanku maka aku tak kan mengemis memintanya untuk kembali menjd temanku,krn ini sudah menjd pilihan hidupnya...

semoga kamu bahagia,temanku.

dari teman lamamu.
Ramadhan,2009.

RADIOLOGI THORAX DAN ABDOMEN

FOTO THORAX
Baca mulai dari tengah ke samping atau baca sebaliknya.
Cara baca jantung :
1. Ukur CTR
Syarat :
- Posisi harus PA
- Jarak sinar 1,8 – 2 m
- Inspirasi harus cukup dalam
- Costa harus simetris, tidak boleh ada kelainan tulang (scoliosis, kifosis, lordosis)

Beda foto PA & AP
PA
Clavicula lebih datar
Scapula di luar paru
Posisi pasien berdiri tangan dipunggung
AP
Clavicula lebih menukik
Scapula masuk ke paru
Posisi pasien tidur

Cara baca jantung
• Lihat proc transverses, tarik garis tengah lurus ke bawah
• Ambil 1 titik bagian jantung kanan paling jauh, lalu kemudian tarik garis tegak lurus ke garis tengah (C1)
• Ambil 1 titik bagian jantung kiri paling jauh, lalu tarik garis tegak lurus ke garis tengah (C2)
Thoracis
• Ambil garis horizontal yang menyinggung permukaan tertinggi diafragma kanan
• Ukur berapa berapa cm (C)
CTR = C1 + C2 x 100%
C
Anak < 14 tahun N 50-55%
Dewasa 50 %  suspect cardiomegali
>50%  cardiomegali

2. Kemudian lihat ARCUS AORTA
 30 tahun bandingkan dengan bagian bawah clavicula
N jarak 1-2 cm
< 1cm  elongation arcus aorta
 Untuk orang tua > 50 tahun
o Ambil garis tengah  ukur dari garis tengah ke lengkung aorta yang paling jauh
o Kalau >4 cm  elongatio arcus aorta
o Kalau ada elongatio arcus aorta, berarti ada hipertensi
o Elongatio arcus aorta baru dapat dinilai pada os >30 tahun
o <30 tahun tidak dinilai karena jantung masih turun

3. Lihat APEX CORDIS terjauh
o 1-2 cm di atas diafragma kiri
o Deviasi ada 2 : laterocaudal, laterocranial
 Laterocaudal : apex cordis tertanam dalam diafragma  dengan syarat CTR >50% atau <1cm  LVH
 Laterocranial : apex cordis di atas diafragma  >2 cm  RVH
Setelah itu lihat PARU-PARU
1. HILUS (kanan & Kiri)
 Merupakan tempat keluar A & V pulmonalis, kelenjar limfe
 Kesepakatan  lihat kanan, karena hilus kiri keluar ketemu tulang
 Cara ukur :
Tarik 2 garis sejajar hilus, kemudian tarik garis tegak lurus dengan garis sejajar tadi.
Dewasa : tidak lebih 16mm
Untuk anak :
 Jangan diukur  sulit
 Bandingkan dengan traches – harus lebih kecil atau sama dengan dari trachea
 Bila lebih besar  ada pembesaran kelenjar limfe di hilus  paling sering disebabkan oleh TBC
 Normal perbandingan hilus dengan diameter perifer tidak boleh lebih dari 1:5-7
 Bila lebih dari itu  tanda-tanda pulmonal hipertensi / inverted coma sign (hilus melebar)
2. Batas APEX
Apakah ada infiltara, kesuraman, perselubungan, konsolidasi
3. Corakan BRONCHOVASKULER
 Pembuluh darah berjalan bersama bronchus
 Bronchus infeksi  edema  pembuluh darah membesar juga
 Bila di daerah lapangan paru atas corakan bronchovaskuler meningkat  disebabkan oleh bendungan bukan oleh infeksi di daerah bronkus.

Kemudian lihat DIAFRAGMA & SINUS
 Normal inspirasi dalam  diafragma setinggi costa X belakang
Diafragma kanan lebih tinggi dari kiri karena di sebelah kanan terdapat organ padat sedangkan di kiri terdapat organ lunak  sehingga waktu inspirasi dalam, diafragma ditekan habis-habisan.
 Normal bentuk diafragma cembung, permukaan licin
 Sinus
Costophrenicus (lebih penting!!!)
Cardiophrenicus – sudut kadang tidak lancip terdapat pericardial fat (orang gemuk)
 Bila sudut costophrenicus tumpul pada posisi PA/erect  efusi sudah 100-150 cc
 Disebut phrenicus karena diafragma dipersarafi oleh N.phrenicus – cabang N.vagus
 Normal cairan pleura = 2 cc
Bila lebih dari 2 cc (mis 4 cc)  cara lihatnya, pasien dimiringkan / tiduran (LLD / RLD), arah sinar horizontal  terlihat bayangan opaque
 Bila paru kolaps  sinus jangan dinilai karena akan memberikan gambaran sudut tumpul (Pn.Th)

PLEURA
 Normal tidak bisa terlihat
 Pada keadaan tertentu, pleura visceralis bisa terlihat, bila terlihat maka harus disebut bagian distal dari pleura apa
 Dari pleural line apakah :
 Perselubungan homogen --. Efusi pleura
 Gambaran avaskuler  Pneumothorax

TULANG
SOFT TISSUE
Otot-otot (putih)  radioopaque
Lemak  radioluscent
 Emfisema subkutis terjadi akibat luka tusuk terbuka (berarti ada udara)  ada bayangan hitam di soft tissue
 Bila kena tusuk jarum, bisa menyebabkan pneumothorax  udara bisa masuk tapi tidak bisa keluar Emfisema subkutis

Posisi
1. AP
 Clavicula tidak selalu terbuka
 Fundus tidak ada udara karena pasien tidur  bila ada udara berarti pasien kembung
 Kerugian : jantung terlihat membesar, jantung tidak jelas dan sulit dinilai
2. PA
 Fundus selalu ada udara
 Arah sinar dari belakang
 Clavicula selalu terbuka

JANTUNG
3 PEMERIKSAAN : - Foto PA  CTR
- Cor analisa
- Echocardiography  bisa tau kekebalan otot&volume dr ruang
Foto Rontgen  tidak bisa lihat hipertrofi, tapi bisa lihat dilatasi

Pada posisi PA :
 Batas kanan : atrium kanan  batas sampai ada lekukan/pinggang yang diatasnya adalah vena cava.
 Setelah arcus aorta  ada tonjolan pertama yaitu segmen pulmonal
 Di atas ventrikel kiri  auricle (atrium) kiri

Tidak membentuk batas jantung :
• Ventrikel kanan (ada ditengah)
• Atrium kiri

ATRIUM KANAN
1. > 1/3 CD
2. < ½ CS

VENTRIKEL KANAN
Kelainan-kelainan :
• Apex deviasi ke laterocranial
• Mendorong ke kanan  gambaran double contour
• Mendorong ke depan  pada foto laetral >1/3 sternum
• Pinggang jantung mendatar
• Retrosternal space hilang (ruang di bagian depan jantung)  RVH
Tidak boleh >1/3 panjang sternum
Yang nempel di sternum adalah ventrikel kanan

ATRIUM KIRI
Kelainan-kelainan :
• Ke atas  mendesak bronkus kiri sehingga bronkus mendatar
• Ke samping kiri  membentuk batas jantung kiri
• Ke depan & ke kanan  gambaran double contour pada sebelah kanan  LAH
• Ke belakang  mendesak esofagus
 Tidak bisa dilihat
 Bisa dilihat dengan foto lateral  minum kontras

VENTRIKEL KIRI
Kelainan-kelainan :
 Bagian kiri jantung CTR >50%
 Deviasi ke laterocaudal : apex tertanam di bawah diafragma
 Ke belakang  menutupi columna vertebra
 Retrocardial space hilang (ruang di bagian belakang jantung) LVH

AORTA
 Elongatio arcus aorta  hati-hati!!!
 Kemudian lihat dalam arcus aorta  apakah ada kalsifikasi/tidak (Egg Shell)
 Elongatio  Hipertensi
 Elongatio + kalsifikasi  PJK
Baru dapat dinilai di atas umur 30 tahun karena <30 tahun jantung masih turun.

EISENMENGER COMPLEX
Oedem paru yang terjadi akibat kompensasi decompensatio jantung kiri --. Karena tidak ada kemampuan / daya pompa menurun, darah tertumpuk di jantung, vena pulmonalis terhambat, terjadi gangguan sirkulasi paru dan akhirnya terjadi udema.
Eisenmenger terdiri OA, VSD, RVH,MI
Bila terdapat decomp.kanan dan kiri  tidak ada udema  terjadi tidak ada udem anasarca dan udema paru.

TETRALOGI FALLOT
Terdiri dari :
 Overriding aorta (aorta bermuara di LV & RV)
 Pulmonal stenosis
 VSD
 RVH

HIPERTENSI JANTUNG
Bila ada hambatan pada A.pulmonalis  bendungan ke perifer  pada bronkitis kronik (dimana terjadi penebalan intima PD paru  lumen PD bertambah kecil  tekanan meningkat)
Bila ada hambatan A.pulmonalis  stenosis katup pulmonalis  terjadi hipertrofi  di foto tidak kelihatan, hanya bisa dilihat dengan echocardiography.
Bila hipertrofi  dilatasi  kelumpuhan otot jantung
Bila sampai dilatasi  cardiomiopati (jantung besar, bentuknya lebar, pinggang tidak jelas)
Bila ada pericardial efusi  pada auskultasi friction rub

Volume darah ke jantung bisa bertambah pada olahraga, kebocoran (ASD, VSD), insufisiensi.

Atrium kanan bisa dilatasi karena : insufisiensi trikuspid dan ASD
Ventrikel kanan bisa dilatasi karena : insufisiensi katup pulmonal dan VSD

o Mitral insufisiensi  Atrium kiri melebar  ventrikel kiri tidak melebar  Rheumatic fever
o Mitral Stenosis  atrium kiri dilatasi  penumpukan darah di atrium kiri  Bendungan  Tekanan vena pulmonalis meningkat  bendungan ke A.pilmonalis  tekanan A.pulmonalis meningkat  tekanan ventrikel kanan meningkat  hipertrofi ventrikel kanan  dilatasi  pinggang jantung mendatar  deviasi ke laterocranial
o Volume darah di A.pulmonalis kecil tapi tekanan meningkat sehingga dapat terjadi dilatasi.
Konfigurasi mitral  karena MI & MS
Konfigurasi aorta (boot shape = stenosis katup aorta)

THEMBAR SYNDROME (Hipertensi pulmonal) dapat :
o Inverted coma sign
o Elongasi arcus aorta

Aneurysma auricle/ atrium kiri dengan kalsifikasi  cukup berbahaya
Kalsifikasi di atrium  tidak berbahaya tapi bila kalsifikasi di ventrikel  berbahaya karena bisa pecah
Cor bounum = jantung besar --. DD/ dengan pericardial effusion  spt botol erlenmeyer

Jantung yang normal  Left configuration

PARU-PARU
Infiltrat :
o Bercak opaque
o Batas tak teratur
Konsolidasi :
o Lebih besar dari infiltrat
o Tumor / pemadatan jaringan / suatu massa
o Istilah ini lebih dihindari
Kesuraman / opacity :
o Infiltrat banyak dan padat
o Gambaran homogen tidak merata / tidak homogen
Perselubungan :
o Opaque semua
o Lebih homogen

Kelainan-kelainan tadi dilihat pada : apex, hilus, kedua apex patokan costae 1-2 (dewasa) di Indonesia kalau ada gambaran tersebut (infiltrat, konsolidasi, perselubungan) biasa disebabkan oleh proses spesifik, daerah perihiler, daerah peracardial, pleural line, diafragma, sinus.
Kondisi foto yang baik adalah apabila columna vertebra thoralis bisa terlihat sampai Th.IV

Kelainan-kelainan di paru
Misalnya ada kasus  hemithorax, putih semua, maka :
 Kita lihat mediastinum
 Mediastinum anterior : tidak diisi apa-apa kecuali perlekatan jantung
 Mediastinum medius : terdapat jantung, A&V pulmonalis, kelenjar limfe
 Mediastinum posterior : esofagus, aorta desc, aorta thoracalis, kelenjar limfe paravertebra

MEDIASTINUM
Kelainan mediastinum sup & inf
Gambaran konsolidasi
3T 1L : Tiroid, Timus, Teratoma, Limfoma

 Perselubungan homogen dihemithorax kanan/kiri  lihat mediastinum, trakea, sela iga pada daerah lesi tersebut misal : tidak tampak deviasi mediastinum dan trakea, sela iga tidak menyempit / melebar kesan : PNEUMONIA LOBARIS
 Perselubungan homogen hemithorax dextra  misal : mediastinum ke arah deviasi / lesi, sela iga relatif sempit pada daerah lesi  kesan : ATELEKTASIS
 Perselubungan homogen hemithorax dextra  mis : deviasi ke kontralateral, trakea deviasi ke kontralateral, sela iga melebar pada sisi lesi  kesan : EFUSI PLEURA, TUMOR

Efusi pleura :
• Eksudat : Pus – pyothorax, Darah – hemothorax, Cairan limfe – chylothorax
• Transudat – pleural effusion
Efusi pleura dapat disebabkan oleh :
1. infeksi paru oleh bakteri, virus, jamur
2. tumor paru
3. tumor mediatinum
4. metastasis
5. kelainan sistemik
• hambatan aliran KGB
• hipoproteinemia ginjal/hati
• kegagalan jantung
6. trauma kecelakaan/tindakan pembedahan
Efusi pleura
Posisi supine : perselubungan homogen di bagian distal dari pleural line
Posisi PA : garis ELLIS – DAMOISSEAU (MENISCUS SIGN)

BRONCHOPNEUMONIA
• Kesuraman di pericardial
• Khas : selalu diselingi daerah sehat
• Hilus lebar : DD/ cenderung proses sebagai causa TBC  pada anak
• Hilus tak melebar : DD/ proses spesifik  pada anak

ENCAPSULATED PLEURAL EFFUSION
• = efusi extrapleura
• Sejumlah cairan terkumpul setempat di daerah pleura / fisura interlobar, sering disebabkan oleh empiema dengan perlekatan pleura
• Ada garis pleura (yang merupakan batas antara lobus superior & medial)
• DD/ mesotelioma : untuk os yang lebih tua

BRONCHITIS
o Ciri khas :
1. peribronchial structure yang melebar
2. gambaran TREAM LINE APPEARANCE jalannya sejajar dan terus-menerus.
3. Ig A meningkat
o Gambaran bronchitis pada orang normal pun ada
o Corakan bronchovaskuler meningkat

EFUSI PLEURA
o Efusi dari kanan :
1. DHF
2. Pleigs syndrome
o Karena di kanan ada ductus thoracicus
o Efusi bisa mendorong mediastinum
 Normal corakan bronchovaskuler bagian sepi > sepi dari pada bagian bawah

 Corakan bronchovaskuler meningkat :
 Kiri terdapat gambaran vaskuler / ke tepi atau
 Didaerah atas juga ada
 Diameter bagian bawah lebih lebar
 Corakan bronchovaskuler kasar  dimana gambaran tidak sampai ke tepi tapi besar-besar

SEFALISASI / CRANIALISASI
 Di daerah proximal hilus, corakan bronkovaskuler lebih banyak & diameternya lebih lebar daripada yang dibawah
 Sesuai gambaran OEDEMA PARU

OEDEMA PARU
 Sefalisasi/ cranialisasi
 Kadang kekasaran bonchovaskuler tidak begitu jelas tapi ada kesuraman yang dimulai dari suprahiler, hiler, paracardial sedangkan bagian tepi bersih = BAT WING APPEARANCE
 Terdapat gambaran GARIS KERLEY (garis-garis sejajar – hilang dalam 24 jam)
 Udem paru
Vaskuler  titiknya besar
Intersttial  titik-titiknya kecil, terlihat seperti kesuraman.
 DD/ = BP; pem penunjang : echocardiografi

KP
• Tampak infiltrat di apex kanan & kiri  proses spesifik (dewasa)
• TBC MILIER : gambaran milier di seluruh lapangan paru tapi tepi bersih, kalau terdapat gambaran milier sampai tepi paru  curiga keganaasan
• ADVANCE TBC
o Gambaran multikistik + gambaran infiltrat
o Sinus tumpul
• Proses TBC dikatakan tenang apabila :
o Pada dewasa : terdapat jaringan fibrotik
o Pada anak : kalsifikasi
• Jika infiltrat ada di basal  jangan disebut KP
• Khas : BUBOECTASE  pembesaran kelenjar limfe di leher menyerupai kalung
• Pemeriksaan anjuran : foto TOP LORDOTIC  untuk melihat apex paru apakah terdapat infiltrat / tidak

Gambaran lubang
o Kecil : kistik
o Besar :
• Cavitas
 Dinding tebal, tidak ada isinya
 Tapi kadang-kadang ada isinya = FUNGUS BALL
 Kalau cavitas kecil-kecil dan banyak disebut HONEY COMB APPEARANCE tebal dinding 2mm, diameter lumen minimal 5 mm

ABSES
 Dinding > tebal dari bleb, di dalamnya ada air fluid level
o Lebih besar : bleb  dinding tebal, lebih besar dari abses, ditengah kosong
o Lebih besar lagi : bulla  dinding tipis tapi besar, di tengah kosong, alveolus pada pecah
BLEB dan BULLA  kelainan congenital ; sering menyebabkan PNEUMOTHORAX SPONTAN

MULTIPLE KISTIK LESION
o Ukuran lebih besar dari honey comb appearance
o Bila terdapat multiple kistik lesion tapi tidak ada air fluid level = Honey Comb Appearance / Bronchiectasis (dinding2 tebal)

INFECTED BRONCHIECTASIS
Multiple kistik lesion dengan air fluid level
DD/ Bronchiectasis :
o Kistik lung disease – dinding tipis, gambaran spt busa-busa
o WAGENER GRANULOMA – dinding tipis
POLIKISTIK PULMONUM – bawaan lahir
Kalau terdapat suatu konsolidasi / tumor pada 40 – 50 tahun curiga suatu keganasan
Tapi bila di bawah 40 tahun  belum tentu merupakan suatu keganasan

COIN LESION
o Kalo terdapat coin lesion – harus dinilai tulang-tulangnya  destruksi / tidak
o DD/ : tuberculoma, artefak, limfoma
o Usul : bila mungkin, foto lateral thorax
o Pemeriksaan anjuran : CT-scan Thorax

INFILTRAT
 Titik kecil, batas tidak jelas, tidak ada hubungan dengan vaskuler
 Berisi cairan / darah / nanah yang mengisi parenkim paru
 COTTON BALL APPEARANCE
 Gambaran lebih besar dari infiltrat
 Berupa infiltrat kasar
 Boleh disebut juga infiltrat
 Daerah sekitarnya bersih

KONSOLIDASI
 Pemadatan, batas bisa jelas, bisa juga tidak
 Kesan : suatu tumor
 Lihat daerah soft tissue, kalau bengkak juga curiga LIPOMA  DD/ neurofibromatosis
 Kalau Cuma ada di lapangan paru saja DD/ dengan coin lesion, Lipoma
 Suatu tumor bila makin ganas  batas semakin tidak jelas

KESURAMAN
 Gambaran lebih padat dari infiltrat
 Pada orang dewasa  kadang terdapat kesuraman di lapangan paru bawah kanan karena M.pectoralis mayornya membesar  pada orang yang biasa pake tangan kanan
 Terdapat pada oedema paru
 DD/ BP

Gambaran metastase pada paru :
o BP
o Efusi Pleura
o Milier
 Gambaran infiltrat di seluruh lapang paru sampai ke tepi ; ada jaringan fibrotik / tuberculoma
 Metastase milier  gambaran infiltrat tidak sampai ke tepi, tepi > bersih, >aktif di tengah
o Cotton Ball
o Coin lesion
o Limfangitis carcinoma
 Gambaran infiltrat seperti sinar matahari : SUN RAY APPEARANCE

BRONCHOGENIC CA – tipe small cell
 Bisa menyebabkan VCS syndrome  gambaran di arcus aorta
 DUMBLE SHAPE APPERANCE (khas)

TUMOR-TUMOR MEDIASTINUM
3T 1L : Tiroid, timus, teratoma, limfoma
 Timus besar  terdapat gambaran cell sign  pada anak-anak.
 Teratoma  didalamnya bisa berisi rambut, tulang  ada kalsifikasi
 SILUET SIGN (+) : kelainan bisa di depan / belakang dengan organ yang berdekatan.
 SILUET SIGN (-) : kelainan berhimpit/ berasal dari organ yang bersangkutan.
 Kalau berhimpit  berarti berasal dari mediastinum medius
 Kalau yang berasal dari jantung  aneurysma  ada kalsifikasi pada VCS
 Siluet Sign  pada foto PA, kita harus membedakan batas-batasnya.

VCS SYNDROME
 Tampak gambaran di arcus aorta

ATELECTASIS
 Kalo lobus kanan superior atelektasis :
o Gambaran melengkung ke atas
o Biasanya trakea tertarik
o Intercostal space menyempit
 Kalo atelektasis segmen posterior lobus superior  tidak menarik trakea
Sedangkan atelektasis segmen anterior  bisa menyebabkan trakea tertarik

BRONCHIECTASIS
o Ada 3 tipe : kistik, fusiform, silindrikum
o Honey Comb Appearance
o Pemeriksaan anjuran : BNO, CT-scan, foto sinus paranasal, Bronchografi

SINDROM KARTAGENER
1. situs inversus
o Total
o Parsial jantung di kanan
2. bronchiectasis
3. sinusitis
Lawan dari situs inversus  SITUS SOLITUS = hepar terletak di tengah-tengah

PNEUMOTHORAX
o Bagian distal dari pleural line terdapat gambaran avaskuler
o Sela iga menjadi lebih besar
o Terdapat udara dalam rongga paru
o Etiologi :
1. spontan
• sobekan subpleura dari bulla
• trauma tertutup terhadap dinding & fistula
• bronchopleura akibat neoplasma / inflamasi
2. luka tusuk/pneumothorax disengaja (artificial)
3. masuknya udara melalui mediastinum  trauma pada trachea dan esofagus, misalnya : endoskopi / benda asing tajam tertelan / keganasan dalam mediastinum
4. udara dari subdiafragma : robekan gaster akibat trauma / abses subdiafragma / dengan kuman pembentuk gas

TENSION PNEUMOTHORAX
Udara yang semakin bertambah dan tidak bisa keluar sehingga mendesak mediastinum dan paru yang sehat (inervasi)  saat pernafasan sangat terganggu

Penebalan pleura  pada penyakit pleura menahun : pleuritis & pneumothorax menahun
Di pleura terjadi penimbunan jaringan ikat, bahkan kadang-kadang mengalami kalsifikasi (SCHWARTE) gambaran rontgen  garis-garis densitas tinggi yang tak teratur / kalsifikasi.

PANCOAST TUMOR
• Konsolidasi / perselubungan di apex
• Destruksi costa 1,2
• Pemeriksaan penunjang : CT-scan, Thorax untuk mengetahui stadium
• DD/ dengan : bronchogenic Ca, tuberculoma, proses spesifik, fungus ball

INVERTED S SIGN
Atelektasis + tarikan trakea  tumor yang menekan (tumor bronchogenic disekitar bronkus kanan)
DIAFRAGMA
• Congenital : kelainan saraf, otot diafragma
• Perbedaan diafragma kanan & kiri tidak boleh lebih dari 1 intercostal space

PARALISE DIFRAGMA
Gerakan paradox : sisi yang sehat saat inspirasi menurun, sisi yang sakit menurun.

EVENTERATIO
Kelumpuhan otot diafragma sedangkan N.phrenicus baik sehingga pada foto terdapat gambaran tonjolan dari perifer.

LUBANG pada diagfragma (N tertutup rapat)
• Hiatus aorta
• Hiatus oesophagus
• Hiatus v.thoracalis, v.abdominalis

Untuk foto diafragma : PA & lateral
Untuk anak-anak : foto keseluruhan thorax & abdomen : BABY GRUMP

HERNIA DIAFRAGMATICA
Biasanya congenital
Borhdalek : belakang kiri, Morgagni : depan kanan

TENTING DIAFRAGMA
Diafragma tertarik ke atas, biasa bekas pleuritis
Diafragma saling tindih (2 tingkat)  akibat cetakan dari hepar, apakah ada tumor / abses
Diafragma batasnya samar / kabur : Efusi dan pneumonia di bagian bawah = Pleuropneumonia

PLEUROPNEUMONIA
• Ada perselubungan di mana diafragma tidak bisa dinilai
• Gambaran kalsifikasi dari pleura
• Garis ellis tidak jelas

Efusi pleura
DD/ Hemothorax, chylothorax
Pem anjuran : foto thorax lateral

Batuk darah + sputum berbau = abses paru, bronchiectasis

Tn. A 40 tahun (RSBY) : gambaran multikistik di perihiler & paracardial kanan&kiri dengan gambaran air fluid level
D/ infected bronchiectasis duplex  th/ spesifik
DD/ kistik lung disease, wagener granuloma
Pem anjuran : bronchografi, CT-scan

Pancoast tumor  destruksi costa 1,2
DD/ broncogenic Ca, tuberculoma, proses spesifik, fungus ball

Bila ada elongasi, hilus tak bisa dinilai, trakea tertarik, inverted S sign (konsolidasi)  maka :
D/ Bronchogenic Ca
DD/ pneumonia lobaris, limfoma, tuberculoma
Pem anjuran : Foto thorax lateral, CT-scan

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada kiri pasca trauma / setelah batuk-batuk keras :
Pleural line dengan avaskuler dan di sinistra ada gambaran...
Maka ;
D/ pneumothorax lobus inferior sinistra
Pem anjuran : foto torax lateral kiri

Pasien wanita batuk keras & nyeri dada kiri
X foto thorax AP
Cor:
• Tidak bisa dinilai
• Mediastinum deviasi ke kanan
Pulmones :
• Hilus tidak bisa dinilai
• Trakea terdorong ke kanan
• Gambaran konsolidasi dari kanan
• Gambaran kistik
• Pleural line sinistra dengan gambaran avaskuler di sebelah distal
Kesan :
Cor : tidak bisa dinilai
Pulmo : pneumothorax sinistra, proses spesifik aktif dextra
DD/ : spontan pneumothorax, traumatic pn.th, agenesis paru.
Pem anjuran : foto thorax LLD

Pulmo :
• Bulla di apex sinistra
• Infiltrat di apex dextra, perihiler, paracardial
• Corakan bronchovaskuler meningkat
Kesan : sesuai gambaran proses spesifik aktif dextra dengan bulla di apex sinistra
DD/ proses spesifik dengan bleb; proses spesifik dengan pn.th apex dextra

Pasien dengan nyeri dada kanan pasca trauma
X foto thorax PA
Cor : besar, bentuk dalam batas normal
Pulmo :
• Hilus tidak melebar
• Trakea terdorong ke kiri
• Gambaran pleural line dextra dengan gambaran avaskuler di bagian distal
• Tampak kesuraman diparu kiri
• Gambaran multikistik dari perihiler dan paracardial kiri
Diafragma / sinus : tidak bisa dinilai
Tulang : Pn.th destra ec traumatik, gambaran bronchiectasis dengan KP, emfisema subkutis dengan kerusakan soft tissue
Pem anjuran : bronchografi, foto sinus

Sinar X-foto thorax :
Cor : tidak bisa dinilai
Pulmo :
• Hilus tidak melebar
• Corakan bronchovaskuler meningkat
• Pleura tidak tampak kelainan
Diafragma / sinus : tak tampak kelainan
Tulang :
Multiple kistik lession (punch out lession) di hampir seluruh costa
Destruksi pedicle cervical ke-7 sinistra
Kesan :
Tulang sesuai gambaran multiple myeloma  protein bence jones (+)
DD/ fractur tulang patologis
Metastase
Pem anjuran : bone survey
Bone scan tidak dilakukan karena multiple myeloma tidak kelihatan pada coz tidak ada osteoblast.
Kalau myeloma single = Plasmositoma
bone scanning  suntik DTPA  hiperaktivitas  berarti ada osteomielitis

KP
• Cavitas diafragma
• Tenting diafragma
• Corakan bronchovaskuler kasar
• Fibroinfiltrat di apex
• Pemeriksaan anjuran : foto top lordotik

Infark paru sulit dinilai karena keterangan klinisnya tidak ada, disebabkan oleh : traumatis dan corpus alienum  menyebabkan penyumbatan pada salah satu pembuluh


TRACTUS DIGESTIVUS
Mulut (cavum oris)  farings  epiglotis (dipersarafi oleh saraf otonom )  esofagus  cardia  fundus (sering terjadi Ca)  gaster (fundus ; antrum ; pilorus ; antrum piloricua – pada OMD seperti payung)  duodenum (pars asc; desc; transvesum)  jejenum  ileum  caecum  colon asc  flex hepatica  colon transversum  colon desc  sigmoid  ampula recti  rectum.

Kelumpuhan pseudobulbar diotak  disharmoni epiglotis sehingga untuk minum  menutup ke esofagus bukan ke trakea  ampula vateri  muara dari ductus choledochus yang masuk ke duodenum  sering terjadi Ca  HIRSCHPRUNG  pada anak-anak  dengan rectal toucher  feses langsung nyemprot.

RONGGA MULUT
Dibagi menjadi mekanik dan kimiawi.
Kelenjar ludah ada 3 pasang :
1. parotis : saluran panjang, banyak terdapat kelainan (ductus stensoni)  parotitis epidemica / mumps.
2. Submandibula  panjang, banyak terdapat kelainan (ductuc WHARTONI)
Keduanya bernuara di premolar 2 atas bawah.
3. sublingual  saluran pendek tidak banyak kelainan
Ductus normal tertutup, letak di dasar lidah.
Cara lihat ductus, lidah dikesampingkan  teteskan jeruk sama  muara ductus terbuka  masukkan wing needle yang ditumpulkan  semprot kontras 2 cc  foto AP & lateral  jadi gambaran kelainan yang normal seperti pohon.

Kelainan-kelainan
1. sialodenitis kelenjar submandibula  peradangan / kebocoran kelenjar
2. dinding ductus whartoni iregular  infeksi
3. sialektasis  gambaran buntil-buntil  terdapat pelebaran.
4. sialoktiasis  disebabkan oleh batu
5. sialografi  untuk melihat peradangan, obstruksi klinis, tumor

OESOFAGUS
Normal gepeng, tidak berisi udara
Foto posisi AP dan lateral
Kelainan kongenital :
1. Obstruksi
2. Tracheabronchus fistel (ada 4 tempat)  valvula, tiroid, arcus aorta, fundus gaster.
3. Achalasia
Kelainan :
1. Oesofagitis
2. Varises esofagus
3. Tumor esofagus  intra/ekstraluminer
4. Corpus alienum : logam, biji-bijian, tulang ayam

Oesophagogram : single contrast atau kontras positif  BaSO4 1:1
Valecula – tembolok pada burung  sisa makanan bisa terkumpul di daerah oesofagus  HALITOSIS.

ACHALASIA
• Penyempitan di daerah cardia
• Mouse Tail Appearance
• Hampir sama dengan kelainan hirschprung / megacolon congenital
• Bisa terjadi obstruksi karena kelainan plexus mesentericus auerbach

DIVERTIKULUM MAECKEL
• Gambaran seperti payung
• Bisa kongenital / tidak
• Traction (desakan dari luar) & paltion (desakan dari dalam)
• Keduanya melebar

TUMOR
Bila kontras diminum akan tertahan
Intraluminer SHOULDER SIGN / APPLE CORE
Ekstraluminer: desakan dari luar
Tipe schirrus  menjepit

OESOFAGUS
• Gambaran COBLE STONE
• Terdapat juga pada Sirosis Hepatis : pembesaran vena-vena kolateral di oesofagus sehingga mudah pecah

LAMBUNG
o Foto OMD : posisi AP & lateral
o Idealnya : plate fluoroscopy
o Double contras
i. BaSO4 diencerkan 1:4 kemudian diminum
ii. Udara  dengan mencampur NaCO3 & as. Sitrat menghasilkan gas CO2 atau dengan minum bahan effervescent ENU (penghasil gas)  paien berdiri.
o Normal : pilorus di atas, fundus lebih ke bawah belakang.
o Waktu supine  fundus terisi oleh kontras
o Waktu pronasi  fundus tidak terisi oleh kontras
o Gambaran 3 lapis / TRIPLE SHADOW = luscent – opaque – lebih opaque  menunjukkan adanya hipersekresi  gastritis ulcus / tumor
o HOUR GLASS = gambaran Ca lambung
o Hipersekresi  tidak selalu gastritis
o Pada gastritis  bisa ada hipersekresi cairan lambung
o Gambaran CASCADE bertingkat karena ada lekukan  normal cairan kontras menurun semua  tumor gaster corpus
o Tumor ganas : banyak di curvatura mayor
o Tumor jinak : banyak di curvatura minor.
CONGENITAL
o Stenosis pilorus : SINGLE BUBBLE APPEARANCE / BASKET BALL SIGN
o Atresia duodenum : waktu lahir perut kembung, kalau makan muntah proyektil = DOUBLE BUBBLE APPEARANCE

ULCUS
o Paling sering dicurvatura minor
o Kalau ada di curvatura mayor  hati-hati Ca !
o Biasanya bergaung
o Untuk lihat ulcus, harus dilihat dari dua arah :
i. En Face : dari muka / depan  gambaran TARGET SIGN, menunjukkan ulcus yang aktif karena ada oedematous.
ii. En profile : dari samping terlihat seperti paku
o STAR FORMATION : menunjukkan ulcus yang sudah lama / kronis. Dimana masih ada proses aktif
o Ulcus kronis : tidak ada oedematous lagi
o Ulkus ganas : COG WHEEL SIGN  dilihat secara enface

USUS HALUS
o Pemeriksaan follow through : minum kontras encer 1 : 6-8
o Yeyenum  daerah kiri atas normal  terdapat plica semicircularis
o Ileum  daerah kanan bawah
o Bila ada kelainan di usus halus  maka masa absorpsi terganggu.
o SPRUE SYNDROME = anak-anak dan dewasa sering mencret, ada anemia gravis / ganas
o Ileum = valvula coniventes  dinding luar usus lurus  yang masuk mukosanya saja. Beda dengan haustrae, dinding luar usus masuk

APPENDYCOGRAM  minum contrast
o Normal  8-10 jam kontras sudah isi ke colon
o Pada orang kurang olahraga, pasase kolon lambat 10-12 jam
o (+) : kalau kontras mengisi semua, tidak ada filling defect, dinding licin
o (-) : tidak mengisi sama sekali atau isi hanya parsial, menunjukkan adanya appendicitis

Anus imperforata  posisi Wangenstein

Perbandingan antara ampula vateri dengan bagian rectum terbesar pada foto lateral  bila lebih dari 1 : 2  signifikan HIRSCHPRUNG disease

o 3 posisi = supine, erect dan LLD  untuk pindah dari 1 posisi ke posisi lain butuh waktu 10 menit
o Tujuan 3 posisi :
1. untuk melihat adanya ileus  gangguan pasase usus
2. untuk melihat adanya perforasi

Ileus terbagi :
1. Obstruktif
o Letak tinggi : distensi usus halus, usus besar tidak ada distensi, kadang berisi udara
o Letak rendah : usus besar melebar, begitu juga usus halus
Letak tinggi  INVERTED U SIGN : pelebaran usus besar disertai multipel air fluid level
HERING BONE / STEP LADDER : kalau pelebaran besar tanpa disertai multipel air fluid level = METEORISMUS
2. Paralitik
o Sulit di DD/ ileus letak rendah karena keduanya distended
o Semua usus melebar tapi dindingnya lembek
o Untuk usus halus  kalau diukur panjang air fluid level > dari 2,5 cm

Invaginasi bisa jadi ileus :  paling bahaya  dalam 24 jam bisa nekrosis
COIL SPRING APPERANCE
Pada orang normal juga ada multiple fluid level tapi tidak boleh lebih dari 6.

PERFORASI
o Bisa menjadi PNEUMOPERITONEUM
o D/ ditegakkan kalau ada salah satu tanda :
1. CUPOLA SIGN
Antara hati dan diafragma ada gambaran hitam (udara) berbentuk bulan sabit erect
2. RIGLERS SIGN
Udara di luar dinding usus sehingga dinding usus kadang bagian luar dan dalam kelihatan. Normal dinding usus tidak bisa dilihat
Syarat antara 2 lumen usus >4mm = menurut ESENBERGH
3. TRAPPED AIR
Udara yang terjepit di antara 2 usus  bentuk segitiga
Normal ada dalam saluran usus.

DD/ pneumoperitoneum
 Artificial  saat perforasi
 Usus pecah / perforasi
 Tertusuk
 Pertubasi tuba  tuba ditutup pake gas nitrogen
 Orogenital intercourse  vagina ditiup saat oral sex  kalau dilakukan pada saat haid  bisa mati karena terjadi emboli

Normal pada orang dewasa, gambaran udara hanya terdapat pada daerah :
1. fundus gaster
2. colon
3. rectosigmoid
normal tidak udara mengisi usus halus kecuali meteorismus & ileus

SENTINEL LOOP / localized adinamik ileus dan ileus yang setempat.

GASTER DILATASI
 Foto polos
 Ada air fluid level
 Distribusi udara dalam usus bisa dikatakan tidak merata bila usus tertekan ke bawah oleh hepar dan lien
 Bila colon transversum (intraperitoneal) terangkat  curiga ada massa
 Peritoneal fat line  kalau hilang, disebabkan oleh peritonitis
 Batas maksimum preperitoneal fat line lebarnya belum dapat ditentukan

PSOAS LINE
 Untuk lihat ada kelainan pada columna vertebra / ruang retroperitoneal
 Sebelah kanan lebih kabur
 Pada limfoma, abses ginjal, spondilitis TBC, neuroblastoma  psoas line membentuk fusiform / abses body / melengkung

CONTOUR GINJAL
 Merupakan jaringan lunak  tidak bisa dilihat
 Bisa kelihatan karena ada perirenal fat (luscent)
 Letak ginjal kiri lebih tinggi dari kanan
 Ukuran normal ginjal dewasa ♂ : 14-16 cm; ♀ : 12-14 cm. Berat : 625 gr. Bila > 14-16 cm  hidronefrosis
 Ginjal dikatakan membesar bila  >3½ corpus
 Setelah contour  lihat adakah gambaran batu opaque di ginjal dan ureter

URETER
 Berjalan di paravertebra
 3 titik penyempitan ureter :
• Penjepitan pada A.renalis
• Daerah iliaca
• Di ureterovesico junction
 Ureter dibagi 3 proximal, medius, dan distal
 Bila ada batu  usul foto IVP, USG
 Bila ada gambaran opague diregio ginjal  usul foto lateral  BNO, USG
 Kalau pada foto PA  ada gambaran opaque diregio ginjal  jangan langsung disebut nephrolith
 Pelvio calyces tercetak = STARHORN NEPHROLITHIASIS
 Bila ada batu di ginjal, gejala klinisnya :
Sakit
PF : Os disuruh duduk  ketok belakang  Flank Pain  (+) ada sensasi seperti tertusuk, os kaget.
 Bila batu di ureter, gejala klinisnya ;
- Sensasi rasa nyeri menyebar dari atas sampai bawah
- pada laki-laki  rasa sakit bisa sampai ke scrotum, wanita  sampai ke labia
 Bila batu di VU (vesicolithiasis)
- Sistitis : rasa sakit  mula-mula kencing sedikit perih, kemudian lancar  baru pas terakhir, baru terasa nyeri dan panas
- Uretritis :
 begitu kencing sakit langsung berhenti
 pada laki-laki  banyak uretritis karena saluran uretra lebih panjang
 pada wanita  lebih banyak karena uretra lebih pendek
 HONEY MOON SISTITIS  sistitis akibat coitus
 Sakralisasi = lumbal ada 4, L5 jadi sakrum.
Memiliki arti klinis  proc. Transversum bergesekan dengan os ileum  sakit  LBP
Spina bifida = LB
 Lumbalisasi = sakrum 1 jadi L6 (tidak ada arti klinis)

KELAINAN PADA FOTO BNO
 Untuk lihat translokasi IUD  BNO sonde
 Pneumonia duplex pada anak  bisa menyebabkan akut abdomen gambaran ileus paralitik, beda dengan ileus obstruktif letak rendah

FOTO CHOLESISTOGRAPHY
• Minum kontras telepaque (biligrafin) 6 gr  8 jam  foto, dimana biligrafin diresorbsi, garam-garam dipekatkan  batu cholesterol –radioluscent oleh karena itu harus pake kontras
• Gambar seperti masa faset   setelah itu kasih minum susu cream, roti tawar + mentega tebal, telor mata sapi  setelah makan pasien akan kesakitan  kemudian os difoto oblik.
• Sakit maag  lagi sakit minum susu  baik karena asam lambung dinetralisir
• Batu empedu  lagi sakit kasih minum susu  bisa muntah dan kesakitan
• Sakit maag dan batu empedu  dyspepsia
• CURVOIR SIGN (abses vesica felea) = waktu tarik napas  hepar turun  menekan v.felea  sakit

CHOLANGIOGRAPHY T-TUBE  secara op
• Tidak boleh dikasih minum susu
• Pasang selang T-tube dengan op  kemudian masukkan kontras biligrafin  foto oblik & AP
• CHOLANGITIS = dindingnya ireguler, ductus choledochus besar
• CHOLEDOCOLITHIASIS = batu di ductus choledochus
• CHOLANGIOLITHIASIS = batu di dalam saluran hepar
• Normal terlihat percabangan seperti pohon
• CHAPOGRAM = melihat A & V dorsalis penis  untuk lihat fraktur penis dan tidak bisa ereksi

DOUBLE CONTRAS
• Ca colon intraluminer
o Ada filling defect
o Tak menyebabkan obstruksi
o SHOULDER SIGN / APPLE CORE  tanda khas

• Ca colon extraluminer
o Pendesakkan 1 sisi bisa dari dinding usus bisa juga bukan
o Tanda ada gambaran SHOULDER SIGN

• Ca colon Schirus  lebih ganas
o Di masukkan kontras tidak bisa, begitu juga dengan udara
o Seluruh sisi menjepit / menekan dari 2 arah

• POLIP / SESSILE
o Tengah hitam, pinggirnya putih
o Ada filling defect
o Orang bisa mencret, perdarahan
o Lama-lama bisa jadi degenerasi ganas
o Benzidin test  TES DARAH SAMAR di feses

• COLITIS
o Gambaran haustrae tidak ada, dinding licin
o Anak-anak mencret
o Terapi antibiotik  sembuh.

DARAH DAN MANIFESTASI IDIOPATHIC TROMBOCYTOPENI PURPURA DALAM RONGGA MULUT

II. 1 DARAH DAN PERDARAHAN

II.1.1 DEFINISI
Definisi. 5
Darah adalah cairan merah kental yang mengalir sepanjang jantung dan pembuluh darah, membawa bahan makanan dan oksigen ke semua jaringan tubuh dan produk buangan serta karbondioksida keluar dari jaringan.
Pendarahan adalah keluarnya darah dari saluran yang normal (arteri, vena, kapiler) ke dalam ruang ekstra vaskuler oleh karena hilangnya kontinuitas pembuluh darah.

II.1.2 KOMPONEN DARAH, FAKTOR KOAGULASI, DAN FAKTOR PEMBEKUAN DARAH
Komponen-komponen Darah5
Darah tersusun atas beberapa elemen dan perubahan-perubahan dalam seluruh elemen-elemen tersebut harus diperhatikan. Komponen-komponen darah tersebut memperlihatkan perubahan fisiologi dan patologi atau keduanya yang merefleksikan penyakit dalam sistem hemopoetik atau sebagai hasil penyakit pada tubuh lainnya. Adapun komponen-komponen darah tersebut antara lain:
1. Plasma darah
2. Sel darah merah (eritrocyte)
3. Sel darah putih (leukocyte)
4. Keping-keping darah (trombocyte)

Faktor Koagulasi Darah5
Biasanya, koagulasi darah diterangkan terjadi dalam empat tahap. Tahap I disebutkan mengangkut pembentukan tromboplastin, tahap II berhubungan dengan pembentukan thrombin dari tromboplastin, tahap III terdiri dari konversi fibrinogen menjadi fibrin, dan tahap IV mengangkut lisis gumpalan fibrin. Faktor-faktor koagulasi lainnnya mungkin terlibat, tetapi perannya tidak dipahami dengan baik dan tidak memberikan fungsi nyata dalam pola ini.
Oleh karena penemuan-penemuan baru dalam hematologi, proses koagulasi sekarang dapat dijelaskan lebih baik dengan memeperhatikan peranan kedua belas factor-faktor koagulasi yang diketahui. Setiap factor umumnya dituliskan dengan angka romawi dengan pengecualian pada protrombin dan fibrinogen.

Faktor-faktor koagulasi darah lainnya :5
a. Fletcher factor
Faktor ini merupakan suatu glikoprotein yang identik dengan prekalikrein. Factor XIIa mengaktifkan prekalikrein menjadi kalikrein. Sebaliknya, kalikrein berfungsi sebagai umpan-balik yang positif bagi percepatan aktivasi Faktor XII.
b. William factor (Fitzgerald factor)
Faktor ini juga suatu glikoprotein dan dibutuhkan sebagai ko-faktor dalam penyempurnaan proses aktivasi prekalikrein oleh Faktor XIIa.
c. Von Willebrand factor (cWF)
Factor ini merupakan sub unit dari F.VIII yang akivitasnya diperlukan oleh trombosit dalam proses adhesi.

Tabel 1. Faktor Pembekuan Darah5
Faktor Peranan pada Pembekuan Darah Tes
I. Fibrinogen Prekursor fibrin PT
II. Protrombin Proenzim diaktifkan oleh tromboplastin PT
III. Tromboplastin Diperlukan untuk mengubah protrombin menjadi thrombin -
IV. Kalsium Diperlukan pada semua tahap PT
V. Proaccelerin Prlukan untuk pembentukan tromboplastin PT
VI. Tidak lagi digunakan - -
VII. Proconvertin Diperlukan untuk mengubah protrombin menjadi thrombin PT
VIII. Faktor anti hemofilik (AHF) Diperlukan untuk pembentuknan tromboplastin PTT
IX. Komponen plasma trombo plastin Diperlukan untuk pembentukan tromboplastin PTT
X. Faktor Stuart-prower Diperlukan dalam pembentukan tromboplastin dan perubahan dari protrombin menjadi trombin PT
XI. Anteseden tromplastin plasma Diperlukan dalam pembentukan tromboplastin PTT
XII. Faktor Hageman Mengawali proses pembekuan darah in-vitro PTT
XIII. Faktor stabilisasi fibrin Mengubah fibrin menjadi polimer fibrin PTT

II.1.3 KLASIFIKASI PERDARAHAN
Klasifikasi Perdarahan5
1. Menurut pembuluh darah yang terluka
i. Pendarahan arterial : pendarahan dari pembuluh arteri. Tanda : warna darah merah terang. Darah keluar dengan menyemprot dengan aliran yang intermitten, sesuai dengan denyut jantung.
ii. Pendarahan vena, pendarahan dari pembuluh darah vena. Tanda : darah mengalir dengan aliran yang tetap. Warna darah merah gelap.
iii. Pendarahan kapiler, ialah pendarahan dari pembuluh adarah kapiler. Tanda : keluarnya darah merembes dari permukaan
2. Menurut waktu terjadinya pendarahan
i. Pendarahan primer, ialah pendarahan yang terjadi pada waktu terputusnya pembuluh darah karena kecelakaan atau operasi. Di dalam pendarahan primer darah tidak berhenti setelah 4 -5 menit sesudah operasi selesai.
ii. Pendarahan intermediet, terjadi dalam waktu 24 jam setelah kecelakaan atau setalah operasi. Selama operasi tekanan darah pasien mungkin akan turun karena semisyok. Dan ketika tekanan darah kembali normal, sejalan dengan membaiknya pasien, inilah yang disebut pendarahan intermediet atau rekuren.
iii. Pendarahan sekunder, pendarahan yang terjadi setelah 24 jam atau beberapa hari setelah kecelakaan atau operasi. Ini yang biasanya menyebabkan pembekuan darah terbongkar diikuti infeksi.
3. Menurut lokasinya
i. Pendarahan eksternal, keluar darah dari kulit atau jaringan lunak di bawahnya. Disebut pendarahan tampak.
ii. Pendarahan internal, darah yang keluar dan masuk ke dalam jaringan. Disebut pendarahan yang tidak tampak.
4. Menurut sebab-sebab terjadinya pendarahan
Penyebab dari pendarahan yang tidak normal bisa terjadi karena mekanik atau biokemis.
i. Pendarahan mekanik
ii. Pendarahan spontan atau pendarahan biokemis adalah pendarahan yang terjadi akibat kelainan atau gangguan mekanisme hemostatis, karena tidak normalnya elemen darah atau sistem vascular yang dapat mencegah terjadinya pembuluh darah yang normal. Kelainan ini dapat terjadi pada :
1. Pembuluh darahnya (vascular)
2. Trombosit (jumlah dan fungsinya)
3. Mekanisme pembekuan darah
4. Gangguan pembekuan darah
Perdarahan terjadi karena dari dinding pembuluh darah. Sehingga dengan adanya tekanan intravaskuler atau ekstravaskuler yang lebih besar dibandingkan dengan retensi dinding pembuluh darah. Faktor penyebab :
a. Faktor congenital.
b. Kelainan trombosit
c. Pendarahan oleh gangguan pembekuan
Perkiraan kecenderungan perdarahan adalah dengan menguasai berbagai macam bahaya perdarahan sebelum melakukan tindakan pembedahan. Seorang operator harus mengetahui riwayat kesehatan dan perawatan pasien atau apakah ada anggota keuarga yang mepunyai kecenderungan pendarahan seperti mimisan. Selain itu sebelum melakukan tindakan pembedahan harus diketahui apakah pasien sudah mengkonsumsi makanan dengan gizi yang cukup. Apabila pasien tidak memiliki asupan gizi yang cukup maka operator harus mengintruksikan pada pasien untuk mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran.
Untuk memperkirakan waktu perdarahan dapat diambil contoh darah dari jari pasien dengan menggunakan Lanset. Darah harus keluar dengan bebas tanpa ditekan. Setelah setengah menit, darah yang keluar dihapus dengan kertas filter dan sebisa mungkin tidak menyentuh kulit. Waktu perdarahan normal biasanya antara 1- 2 menit.

II.1.4 PROSES PEMBEKUAN DARAH
Ada dua reaksi kimia yang terlibat dalam proses pembekuan darah yaitu:
1. Prothrombin + Thromboplastin + Kalsium = Thrombin
2. Thrombin + Fibrinogen = Fibrin
Fibrin tidak larut dalam air sehingga dapat menahan aliran darah. Hal ini dapat dilihat dari reaksi di atas yang melibatkan empat komposisi yang esensial untuk mekanisme pembekuan: (1) Prothrombin,(2) Thromboplastin,(3) Kalsium dan (4) Fibrinogen.

II. 2 PURPURA TROMBOSITOPENIK IDIOPATIK

II.2.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Definisi.
Purpura trombositopenik idiopatik (ITP; idiopathic thrombocytopenic purpura) adalah suatu gangguan yang relatif jarang ditemukan dimana terjadi suatu trombositopenia yang bermanifestasi sebagai memar, perdarahan dan petekia dalam beberapa hari sampai dengan beberapa minggu yang terisolasi pada individu yang keadaan lainnya sehat.

Klasifikasi
Purpura trombositopenik idiopatik atau ITP dapat dibedakan menjadi bentuk akut dan bentuk kronis. ITP akut paling sering terjadi pada anak – anak tetapi dapat terjadi pada sembarang usia.. Onset penyakit biasanya mendadak 75 % pasien, episode tersebut terjadi setelah vaksinasi atau infeksi seperti cacar air atau mononukleosis infeksiosa. Sebagian besar kasus terjadi akibat perlekatan kompleks imun non spesifik. Remisi spontan lazim terjadi, tetapi 5 – 10 % kasus penyakit tersebut menjadi kronis (berlangsung lebih dari 6 bulan). Untungnya, angka morbiditas dan mortalitas pada ITP akut sangat rendah. Penegakkan diagnosa berdasarkan ekslusi dan diperdebatkan perlunya aspirasi sumsum tulang. Jumlah trombosit yang lebih dari 30 x 109/L tidak memerlukan pengobatan kecuali jika terjadi perdarahan yang berat. Pasien yang memiliki hitung trombosit kurang dari 20 x 109/L dapat diobati dengan steroid dan atau imunoglobulin intravena, terutama bila terdapat perdarahan bermakna.
ITP kronis biasanya merupakan penyakit pada orang-orang dewasa dan memiliki onset mendadak atau perlahan-lahan. Penyakit ini tiga kali lebih sering pada wanita dibanding pria dan perjalanannya ditandai oleh remisi dan eksaserbasi. Pada ITP akut maupun kronis , trombositopenia dan manifestasinya adalah kelainan fisik atau laboratorium satu-satunya yang ditemukan.

II.2.2 EPIDEMIOLOGI
Insidensi ITP pada anak antara 4,0 – 5,3 per 100.000, ITP akut umumnya terjadi pada anak – anak usia antara 2 – 6 tahun. 7 – 28 % anak – anak dengan ITP akut berkembang menjadi bentuk kronik, pada beberapa kasus menyerupai ITP dewasa yang khas. Insidensi ITP kronis pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per tahun.
Insidensi ITP kronis pada dewasa adalah 58 – 66 kasus baru per satu juta populasi per tahun (5,8 – 6,6 per 100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris. ITP kronik pada umumnya terdapat pada orang dewasa dengan median rata – rata usia 40 – 45 tahun. Rasio antara perempuan dan laki – laki adalah 1 : 1 pada pasien ITP akut sedangkan pada ITP kronik adalah 2 – 3 : 1
Pasien ITP refrakter didefinisikan sebagai suatu ITP yang gagal di terapi dengan kortikosteroid dosis standar dan splenektomi yang selanjutnya mendapat terapi karena angka trombosit di bawah normal atau ada perdarahan. Pasien ITP refrakter ditemukan kira – kira 25 – 30 persen dari jumlah pasien ITP. Kelompok ini mempunyai respon jelek terhadap pemberian terapi dengan morbiditas yang cukup bermakna dan mortalitas kira – kira 16 %.

II.2.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Walaupun penyebab ITP tidak diketahui, tetapi mekanisme patofisiologis yang ditemukan adalah destruksi trombosit di perifer. Telah lama diyakini bahwa destruksi ini memiliki dasar imunologis, dan sekarang banyak bukti yang mendukung hal ini. Adanya faktor humoral yang dapat melewati plasenta ditunjukkan oleh fakta bahwa bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan ITP juga mengalami trombositopenia tapi pulih setelah periode satu sampai tiga bulan. Transfusi plasma dari pasien ITP kepada individu normal telah terbukti menginduksi trombositopenia pada resipien. Aktivitas antitrombosit invitro telah ditemukan pada fraksi globulin 78 plasma, dan trombosit ITP memiliki IgG permukaan yang meningkat. Bukti lain adalah timbulnya sindroma mirip ITP berkaitan dengan penyakit yang diperantarai imunologi lain seperti lupus eritemasus sistemik dan anemia hemolitik autoimun.
Trombosit yang diselimuti oleh autoantibodi IgG akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati setelah berikatan dengan reseptor Fcg, yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada sebagian besar pasien, akan terjadi mekanisme kompensasi dengan peningkatan produksi trombosit. Pada sebagian kecil yang lain, produksi trombosit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi trombosit yang diselimuti autoantibodi oleh makrofag di dalam sumsum tulang, atau karena hambatan pembentukan megakariosit, kadar trombopoetin tidak meningkat, menunjukkan adanya masa megakariosit normal.
Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibodi ITP untuk berikatan dengan trombosit yang secara genetik kekurangan kompleks glikoprotein IIb / IIIa. Kemudian berhasil diindetifikasi antibodi yang bereaksi dengan glikoprotein Ib / IX, Ia/IIa, IV dan V serta determinan trombosit lain. Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang diperkirakan dipicu oleh antibodi, akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen yang berakibat produksi antibodi yang cukup untuk menimbulkan trombositopeni.

II.2.4 MANIFESTASI KLINIS
ITP akut lebih sering dijumpai pada anak – anak, jarang pada dewasa. Awitan penyakit biasanya mendadak, riwayat infeksi sering mengawali terjadinya perdarahan berulang. Sering dijumpai eksantem pada anak – anak dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh virus merupakan 90 % dari kasus pediatrik trombositopenia imunologik. Manifestasi perdarahan ITP akut pada anak – anak biasanya ringan, perdarahan intrakranial terjadi kurang dari 1 % pasien. Pada dewasa bentuk akut jarang terjadi, namun dapat mengalami perdarahan dan perjalanan penyakit yang lebih fulminan. ITP akut pada anak biasanya self limitting, remisi spontan terjadi pada 90 % pasien.
Pasien dengan ITP kronik awitan biasanya tidak menentu. Riwayat perdarahan sering terjadi dari ringan sampai sedang. Infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, serta memiliki perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, mungkin intermitten atau bahkan terus menerus. Remisi spontan jarang terjadi dan tampaknya remisi tidak lengkap. Manifestasi trombositopenia berupa ekimosis, petekie, purpura serta perdarahan bermakna sebagai akibatnya. Tetapi, sangat mengejutkan bahwa mereka seringkali mengalami perdarahan yang lebih ringan dibandingkan yang diperkirakan dari derajat trombositopenianya. Seorang pasien dengan trombosit kurang dari 10.000/mm3 mungkin hanya mengalami petekia sedikit pada tubuhnya yang terndah dan tidak ada gejala yang lainnya. Tetapi pada spektrum yang lain, sebagian pasien mangalami perdarahan yang akut dan parah, dan 1% dari pasien tersebut mengalami perdarahan intrakranial.
Harus ditekankan bahwa ITP merupakan gangguan pada trombosit saja. Dan adanya kelainan lain harus mempertanyakan diagnosis ini. Kadang-kadang pasien mengalami anemia defisiensi besi penyerta karena pasien kehilangan darah, tetapi kelainan hematologis lain tidak konsisten dengan ITP. Tidak ada kelainan temuan fisik pada ITP selain dari petekia dan ekimosis. Adanya splenomegali atau limfadenopati harus menimbulkan adanya infeksi dasar, gangguan limfoproliferatif atau autoimun sebagai penyebab trombositopenia.

II.2.5 DIAGNOSA
Diagnosis dan temuan laboratorium walaupun terdapat banyak bukti tentang adanya antibodi antitrombosit pada ITP, upaya untuk mengembangkan test yang spesifik untuk antibody tersebut masih belum banyak berhasil, dan dengan demikian diagnosis ITP masih dibuat secara klinis. Adanya trombositopenia terisolasi disertai oleh megakariosit sumsum tulang yang banyak adalah temuan yang bermakna. Harus ditekankan bahwa temuan tersebut merupakan bukti peningkatan destruksi trombosit. Diagnosis ITP masih merupakan diagnosis setelah menyingkirkan keadaan lain. Diagnosis yang akurat merupakan hal yang penting.
Anamnesa tentang riwayat penyakit, penyakit penyerta atau obat-obatan yang dapat menyebabkan destruksi trombosit, riwayat perdarahan, disertai pemeriksaan fisik dan laboratorium akan dapat menegakkan diagnosis ITP. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan hitung trombosit < 150.000/μL dengan tidak dijumpai sitopeni lainnya, pemeriksaan morfologi darah tepi dapat dijumpai trombosit muda yang berukuran lebih besar. Pada pemeriksaan pungsi sumsum tulang didapatkan megakariosit normal atau meningkat
Gangguan lain yang menyebabkan disfungsi trombosit, seperti koagulasi intravascular menyebar atau purpura trombositopenik trombotik, memerlukan penatalaksanaan khusus dan kekeliruan diagnosis akan menimbulkan akibat yang berbahaya.
Sebagian ahli menyatakan bahwa trombosit pada ITP mungkin lebih besar dari normal, terutama karena trombosit – trombosit tersebut sangat muda. Kegunaan pengukuran ukuran trombosit pada apusan darah tepi adalah tergantung dari pengalaman pemeriksa. Penerapan test umur trombosit isotop pada gangguan ini dibatasi oleh ketersediaan test. Pada sebagian besar kasus terlihat mekanisme destruktif dari trombositopenia, tetapi dilema terapetiknya adalah apakah tepat merujuk pasien ke pusat rujukan dimana pemeriksaan untuk membuktikan penurunan umur trombosit dapat dilakukan.

II.2.6 PENATALAKSANAAN
Kortikosteroid dan splenectomi adalah inti dari terapi ITP. Steroid tampaknya menurunkan produksi antibody dan menghambat fagositosis trombosit . splenectomi juga mengakibatkan penurunan produksi antibody. ITP pada masa anak-anak biasanya mengalami remisi spontan dan banyak klinisi memilih untuk tidak mengobati pasien tersebut. Sebagian besar ahli mengobati semua pasien dewasa dan sebagian mengobati pasien anak-anak dengan manifestasi yang parah. Prednison 1mg/kg menginduksi respon pada sebagian besar pasien .seringkali dengan cepat meningkatkan hitung trombosit dan meningkatkan gejala. Jika respon telah terjadi penatalaksanaan harus diindividualisasikan. Tujuan terapi yang ideal adalah normalisasi hitung trombosit tanpa medikasi. Pada sebagian kecil pasien dewasa steroid dapat dikurangi bertahap (tappered) dan hitung trombosit tetap normal . tetapi yang lenih sering aadalah trombosit berkurang bersamaan dengan penurunan dosis steroid , atau terjadi relap setelah prednisone dihentikan. Pada pasien tersebut, splenektomi biasanya menghasilkan remisi permanen.
Jika remisi tidak terjadi atau tidak dapat dipertahankan dengan kurang dari 10mg prednisone/hari setelah uji coba 3 bulan, splenektomi harus dipertimbangkan. Pasien biasanya mengalami respon parsial terhadap splenektomi, dan pada kira-kira 50% pasien, splenektomi menginduksi remisi permanen, sebagian pasien yang tidak mengalami respon terhadap splenektomi menjadi responsif tehadap terapi steroid setelah prosedur.
Masih terdapat sejumlah kecil pasien yang tidak berespon terhadap splenektomi dan steroid, dan pada populasi ini obat imunosupresif seperti cyclophospamide, azathioprine, atau vincristine mungkin berguna.
Danazol, suatu androgen yang diperlemah, kadang-kadang berguna. Gama globulin dosis tinggi yang diberikan intravena belakangan ini terbukti sangat efektif. Sayangnya, efek biasanya bersifat sementaradan tiap terapi sangat mahal. Dengan demikian terapi ini biasanya dicadangkan untuk terapi darurat pasien refrakter.
Tidak ada terapi yang digunakan pada penyakit ini yang tidak memiliki resiko dan tujuan terapi harus dinilai bagi masing-masing pasien dan dipikirkan secara baik. Tujuan akhir dari terapi adalah mencegah perdarahan dan tidak perlu untuk mendapatkan hitung trombosit nyang normal untuk mencapai tujuan tersebut.resiko perdarahan pada pasien individual harus dipertimbangkan terhadap resiko terapi. Sebagai contohnya banyak pasien dengan ITP relatif bebas gejala dengan trombosit 50.000/mm3, sehingga beralasan pada pasien terebut untuk menunda terapi tambahan sampai situasi klinis memerlukannya.
Sindroma-sindroma yang menyerupai purpura trombositopenik idiopatik. Sejumlah gangguan dapat disertai oleh sindroma mirip ITP. Gangguan limfoproliferatif, leukima limfositik kronik, penyakit hodgkin, dan limfona non-hodgkin semuanya memiliki insidensi destruksi trombosit yang kecil namun bermakna. Lupus eritematosus sistemik secara mengejutkan sering disertai oleh trombositopenia yang tampaknya diperanttarai imunologi. Anemia hemolitik autoimun kadang kadang juga disertai ITP (sindroma evans) demikian juga dengan mononukleosis infeksius.gambaran mirip ITP mungkin merupakan gejal pertama pada gangguan tersebut. Dengan demikian penting untuk memastikan bahwa ITP bukan merupakan gejala awal dari gangguan lain, dari terapi gangguan proliferatif dasa ,misalnya, sangat penting bagi pasien. Penatalaksanaan trombositopenia pada gangguan tersebut adalah mirip dengan ITP yaitu dengan steroid dan splenektomi.
Suatu trombositopenia imunologis yang secara klinis tidak dapat dibedakan dengan ITP telah semakin sering ditemukan pada pasien yang terpapar oleh human immunodeficiency virus. Dengan meningkatnya insidensi heteroseksual virus ini, tingkat bkecurigaan yang tinggi harus diberikan pada pasien yang jelas adanya perilaku beresiko tinggi.tetapi trombositopenia adalah identik dengan ITP klasik tetapi implikasi seropositivitas HIV adaalah sangat besar sehingga followup medis dan konseling yang tepat harus direncanakan bagi pasien tersebut.

II.3 MANIFESTASI IDIOPATHIC TROMBOCYTOPENIC PURPURA PADA RONGGA MULUT

II.3.1 PERSIAPAN TINDAKAN
Sebelum melakukan tindakan ekstraksi, seorang dokter gigi harus bisa menganamnesis dengan cermat untuk mengungkapkan adanya riwayat penyakit atau riwayat pendarahan sebelaum melakukan pencabutan gigi serta perlunya penanganan awal seorang dokter gigi, yaitu:5
• Periksa tekanan darah
• Periksa laporan darah untuk pendarahan, waktu bekuan, gula darah.
• Jika memakai aspirin hentikan pada waktu pencabutan gigi
• Berikan riwayat kesehatan yang sesuai pada dokter gigi sebelum pencabutan dilakukan.
Jika pasien memiliki riwayat pendarahan setelah pencabutan, sangatlah bijaksana untuk membatasi jumlah gigi yang akan dicabut pada kunjungan pertama, melakukan penjahitan pada jaringan lunak, dan mengamati perkembangan pasca bedah.

II.3.2 MANIFESTASI ITP INTRAORAL
Karakteristik Intraoral4,6,7
Pasien dengan ITP umumnya datang dengan riwayat infeksi virus sebelumnya, petekie, memar pada tubuhnya dan perdarahan mukosa. Perdarahan pada tulang sendi, hidung dan traktus gastrointestinal dan ekimosis mukosa buccal. Meskipun terdapat tanda perdarahan, keadaan umum pasien biasanya baik. Karakteristik klinik dapat menjadi nyata dimana pada pemeriksaan hitung trombosit mengalami dibawa 50,000/mm3. Ambang batas trombosit yang masih diterima bila ada perdarahan adalah 30,000/mm3; Finucane et al. mengkontraindikasikan tehnik anestesi pada pasien dengan hitung trombosit turun 30,000/ mm3. Yeager et al, juga mengatakan tindakan manipulasi bedah pada pasien dengan ITP hanya pada kasus yang berat saja.
Themistocleous et al. Menegaskan pentingnya pemeriksaan klinis sejak anamnesis menegakkan hipotesa diagnosis ITP. Hal ini dapat memberikan kesempatan bagi dokter bedah mulut mendeteksi kondisi buruk ataupun gangguan sistemik yang akan terjadi sehingga prognosis dapat berubah. Tanda-tanda seperti perdarahan gingiva spontan, petekie dan hematoma pada tubuh dapat menjadi suatu bentuk kecurigaan adanya gangguan koagulasi. Ketika kecurigaan koagulopati timbul, dokter bedah mulut sebaiknya merujuk pasien pada dokter spesialis yang berkompeten sehingga diagnosa dan prosedur yang tepat dapat dijalankan.
Gambar dan tabel dibawah ini dapat membantu menjelaskan karakteristik intraoral pada penderita ITP.

II.3.3 PENATALAKSANAAN DENTAL
Penatalaksanaan dental
Perdarahan gusi spontan biasanya dapat ditangani dengan kumur mulut oxidizing, tetapi transfusi trombosit mungkin diperlukan untuk menghentikan perdarahan. Higiene oral yang baik dan terapi periodontal konservatif membantu menghilangkan plak dan kalkulus yang mempermudah perdarahan. Trauma asidental dapat dihindari dengan mengganti protesis yang tidak pas dan melepas semua alat ortodontik. Pasien tersebut harus diingatkan untuk melepaskan protesis yang dapat dilepas sebelum tidur.
Perawatan darurat selama episode trombositopeni parah terdiri dari terapi endodontik, antibiotika, dan analgetik nonsalisilat. Insisi tusuk dan drainasi dapat dilakukan, tetapi diseksi tumpul pada daerah yang mengalami abses harus dihindari. Terapi definitif harus ditunda sampai fungsi trombosit lebih dari 50.000 / mm3 sebaiknya dicapai sebelum terapi dental, dan transfusi lebih lanjut harus diberikan pra operatif untuk mempertahankan hemostasis. Hepatitis dan pembentukan antibodi antitrombosit adalah efek samping potensial yang serius dari transfusi trombosit kontinu. Suatu cara alternatif, yang dikembangkan secara empiris oleh beberapa klinis, adalah menggunakan transfusi trombosit tunggal praoperatif yang diberikan ½ jam sebelum terapi dental.
Injeksi blok tidak boleh diberikan bila hitung trombosit kurang dari 30.000/ mm3 karena kemungkinan pembentukan hematom dan obstruksi saluran pernapasan. Anastesi infiltrasi atau perisemental dapat digunakan.
Analgesik yang mengandung aspirin dikontraindikasikan karena dapat mempotensiasi perdarahan. Pemakaian obat yang sebelumnya menginduksi episode trombositopeni harus dihindari. Pasien dengan trombositopeni harus diperiksa secara teratur untuk mencari sumber infeksi dental. Mereka juga mungkin menderita insufisiensi adrenal

Kontrol Lokal untuk Perdarahan5
Sebelum melakukan prosedur pembedahan oral, sangat penting untuk memahami berbagai faktor yang berpengaruh di dalam mengontrol perdarahan. Tubuh manusia sendiri memiliki beberapa mekanisme untuk mengontrol perdarahan. Ketika dilakukan pemotongan maka pembuluh kapiler yang kecil cenderung untuk berkontraksi sehingga menutup aliran darah. Kemampuan darah untuk mengalami koagulasi adalah faktor yang sangat penting,sehingga bekuan darah dapat menyumbat ujung pembuluh yang dipotong. Efek faso kontriksi seperti adrenalin, suprarenin, atau epinefrin atau faso kontriktor yang lain berpengaruh dengan proses pembukuan darah.
Tindakan lokal adalah dasar dari seluruh perawatan pada perdarahan pasca pencabutan walaupun terdapat penyebab sistemik. Segala usaha harus dilakukan untuk membuat kondisi setempat yang ideal bagi proses pembekuan darah. Sebaiknya dipakai teknik pencabutan yang hati-hati, tetapi walaupun sudah sangat berhati-hati tetap saja bisa terjadi luka pada gingival.
Bereaksilah dengan tenang dan percaya diri dan ambil alih situasi. Umumnya pasien sebaiknya dipisahkan dari kerabat atau teman. Sebaiknya dudukkan pasien di kursi klinik di bawah penerangan yang baik dengan bantuan dari asisten kompeten. Aspirator harus selalu tersedia, bersama dengan seluruh instrument yang diperlukan (contohnya, kaca mulut, ujung aspirator kecil, tang cabut, gunting jaringan, penjepit jarum, dan benang yang kuat).
Suction dan penerangan yang baik merupakan persyaratan utama bagi kontrol lokal untuk perdarahan. Apabila bagian yang mengalami perdarahan sudah ditemukan, lakukan anastesi lokal supaya perawatan tidak menyakitkan. Bekuan darah yang ada dibersihkan dan bagian tersebut dikeringkan dan diperiksa. Apabila perdarahan berasal dari dinding tulang, maka alveolus diisi dengan sponge gelatin yang dapat diabsorbsi (Gelfoam) atau sponge kolagen mikrofibrilar. 3
Tahap – tahap penatalaksaan pada perdarahan pasca ekstraksi
1. Periksa luka itu – beri pasien larutan kumur dan buang semua beku darah pada daerah perdarahan dengan menggunakan aspirator.
2. Tekanan adalah tindakan segera, baik tekanan dengan tangan atau tekanan tidak langsung dengan perban.
3. Klem atau pengikatan digunakan untuk mengontrol pendarahan dari pembuluh darah
4. Klip hemostatik, digunakan untuk mengontrol perdarahan dari pembuluh yang sulit diikat.
5. Elektrokauterisasi, untuk pendarahan dari pembuluh yang kecil atau rembesan
6. Menutupnya dengan sepon kasa atau Gelfoam bertekanan
7. Letakkan kasa yang lembab di atas luka dan minta pasien menekannya dengan cara menutup mulutnya. Kasa tersebut haruslah terbuat dari bahan tenun dan dilipat agar ukurannya tidak lebih dari dua kali ukuran gigi yang dicabut, sehingga memberi tekanan pada tepi gingival. Masukkan kasa secara hati-hati di atas soket, dan bila diperlukan, instruksikan pasien untuk menggigitnya selama 20 menit tanpa pemeriksaan selanjutnya. Jika perdarahan masih terjadi maka kasa harus diganti. Jika perdarahan terus berlangsung, ulangi hal ini. Jika berlanjut terus, maka lakukan:
Infiltrasi sekeliling daerah soket dengan anastesi local yang mengandung adrenalin, dan tunggu selama dua sampai tiga menit. Sekarang dibutuhkan bantuan seorang asisten. Buang darah beku yang berlebihan dan periksa tepi-tepi luka. Apabila perdarahan berasal dari luka koyak atau insisi, eksisi tepi luka yang bergerak, atau yang pasokan darahnya meragukan (sianotik dan dengan pedikel sempit). Buat jahitan yang dalam pada jaringan melalui daerah yang koyak atau bagian yang diinsisi, tempat asal perdarahan, dan ikat dengan kencang untuk menekan jaringan tersebut. Tarik mukosa melalui soket dengan menggunakan matres horizontal, bilamana mungkin ikat jahitan dengan kencang sampai jaringan gingival memutih. Letakkan kasa pada soket, instruksikan pasien untuk memberikan tekanan selama 5 menit dan periksa kembali luka tersebut.
Tutupi soket dengan kasa. Baik apakah anastesi local masih efektif atau tidak, infiltrasikan anastesi local yang mengandung adrenalin di sekeliling tepi-tepi luka sekali lagi. Buka jahitan dan ganti, tetapi jangan disimpul. Suatu cara yang cukup membantu adalah dengan mengaitkan benang jahitan melewati soket ke gigi di dekatnya sehingga bisa ditempatkan kasa pada soket. Kasa dapat terbuat dari bahan yang bisa diserap maupun tidak, dengan konsistensi yang dapat ditekankan ke luka, misalnya surgicel atau kasa ribbon yang tidak diserap yang direndam dalam varnish white head. Jangan gunakan sponge yang bisa diserap. Lepaskan ikatan benang pada gigi tetangga dan tempatkan di atas kasa. Ikat jahitan tersebut.
Hanya sedikit dokter gigi yang tidak berhasil melakukan hal ini. Jika mukosa luka sangat parah, mungkin disertai dengan kerusakan pada tepi-tepi soket, lakukan hal seperti di atas tetapi tempatkan jahitan jauh dari soket dan letakkan 2-3 lapis surgicel pada soket. Luka distabilisasikan oleh bentangan benang jahit yang menyilang dari jahitan itu.
Pada kasus yang sangat jarang, yaitu jika titik perdarahan yang bisa dilihat, jahit kembali dengan jahitan kecil atau dengan pola seperti angka delapan. Bila tahap terakhir akan dilaksanakan pertimbangkan untuk memberikan obat penenang pada pasien. Pada bedah mulut, diazepam 5-10 mg atau temazepam 10 mg sudah cukup, walaupun pasien yang sangat gugup membutuhkan dosis sampai 3 kali lipat. Diazepam akan diberikan secara intramuscular atau intravena 5-10 mg asalkan pasien tidak mempunyai penyakit pernapasan bagian atas. Sebagai pilihan lain adalah midazolam 5-10 mg. Semua pasien yang menerima obat penenang harus ditemani, dan tidak boleh mengendarai mobil, menjalankan mesin, atau memakai peralatan dapur selama 24 jam.
Jika terjadi perdarahan, maka ada beberapa golongan obat-obatan yang perlu untuk diingat dan diperhatikan, antara lain :
1. Antikoagulan. Beberapa pasien menggunakan obat antikoagulan karena berbagai alasan. Pada wanita muda untuk thrombosis vena dalam yang berulang, pria usia pertengahan untuk infark miokardium atau penggantian katup jantung, orang tua untuk menghindari stroke. Periksa riwayatnya.
2. Aspirin adalah antikoagulan ringan. Beberapa pasien mendapat dosis aspirin yang teratur untuk mengurangi agregasi platelet dan menghindari thrombosis. Dosis ini demikian kecil sehingga tidak membuat perbedaan yang nyata pada pendarahan dari lesi di dalam mulut. Contohnya, dosis besar yang diberikan pada penderita arthritis rumatoid, akan memberikan efek yang nyata dalam memperpanjang waktu bekuan. Pasien yang kesakitan bisa saja meminum dosis yang lebih besar dari dosis yang disarankan, dan tidak menyadari kandungan preparat analgesiknya. Periksa riwayat penyakit.
3. Hemofilia atau penyakit Crismas. Bila kondisi ini cukup parah sehingga menimbulkan perdarahan spontan dari dalam mulut, pasien kemungkinan besar telah mengetahui bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Namun, bentuk yang ringan, dapat disamarkan oleh perdarahan dari pencabutan gigi dan umumnya timbul berupa perdarahan reaksioner.
4. Kelainan darah. Leukimia dan trombositopenia dapat menyebabkan perdarahan spontan dari gingival atau perdarahan yang membingungkan sehabis pencabutan gigi. Umumnya, ada tanda-tanda lain dari penyakit ini dan jarang sekali pasien datang ke dokter gigi tanpa mengetahui keberadaan penyakit ini. Walaupun demikian, rembesan darah dari gingival yang terus menerus, sebaiknya dipertimbangkan dengan serius dan semua tindakan bedah ditunda sampai kondisi medis pasien yang sebenarnya diketahui.
5. Pasien menjadi sangat cemas karena mengalami perdarahan dalam mulut. Hal ini sendiri dapat menaikkan tekanan darah dan membantu terjadinya perdarahan. Selain itu, rasa cemas meningkatkan kadar fibrinolisin. Yang lebih penting lagi, mencuci mulut berulang-ulang, gangguan dari lidah, atau pertemuan dengan pasien atau kerabat yang mengalami perdarahan soket gigi dapat membuat perdarahan sulit berhenti.


DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W.A. Newman., 2002, Kamus Kedokteran Dorland edisi 29, Jakarta : EGC.
2. Rose, F.Louise, Kaye, Donald., 1997, Buku Ajar Penyakit Dalam untuk Kedokteran Gigi Jilid satu edisi 2, Jakarta : Binarupa Aksara
3. Hoffbrand, A.V, Petit, J.E, Moss, P.A.H., 2005, Kapita Selekta Hematologi, Jakarta : EGC
4. Anonim, 2009, Idiopathic Trombocytopenic Purpura, http://www.thejcdp.com/issue035/martini/04_page.htm, Akses tanggal 10-08-2009
5. Husna A Nur, 2009, Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi, http://gigiku-gigiku.blogspot.com/2009/04/perdarahan-pasca-ekstraksi-gigi_04.html, Akses tanggal 09-08-2009
6. Steven L. Bricker, Robert P. Langlais, Craig S. Miller ,2009, Oral Diagnosis, Oral Medicine and Treatment Planning, http://books.google.co.id/books?id=525T7rw_M4IC&pg=PA373&lpg=PA373&dq=thalasemia+extraction+dental+management&source=bl&ots=ukf5V4ayT6&sig=5XalwuolFh2NIxJaJb9uCvVPtDg&hl=id&ei=kWl-StqtNtCZkQXoqaGIAw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=2#v=onepage&q=&f=false, Akses tanggal 09-08-2009
7. Leslie DeLong, Nancy W. Burkhart, 2009, General and oral pathology for the dental hygienist, http://books.google.co.id/books?id=pkxrRi16ZfcC&pg=PT231&lpg=PT231&dq=thalasemia+dental&source=bl&ots=AqgDTYFyrT&sig=e21mxLtmAIB6H2Nb3frl2IAHm_Q&hl=id&ei=SmN-So7VBseOkAWC9YHuAg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6#v=onepage&q=&f=false, Akses tanggal 09-08-2009