My site...cekidot... ^^

Saturday, March 6, 2010

REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS (PEMERIKSAAN NEUROLOGIS)

BAB I
PENDAHULUAN

Latar BelakangRefleks adalah respon yang terjadi secara otomatis tanpa usaha sadar. Ada dua jenis refleks, yaitu refleks sederhana atau refleks dasar, yaitu refleks built-in yang tidak perlu dipelajari, misalnya mengedipkan mata jika ada benda asing yang masuk; dan refleks didapat atau refleks terkondisi, yang terjadi ketika belajar dan berlatih, misalnya seorang pianis yang menekan tuts tertentu sewaktu melihat suatu di kertas partitur. Jalur – jalur saraf saraf yang berperan dalam pelaksanaan aktivitas refleks dikenal sebagai lengkung refleks.
Refleks sangat penting untuk pemeriksaan keadaan fisis secara umum, fungsi nervus, dan koordinasi tubuh. Dari refleks atau respon yang diberikan oleh anggota tubuh ketika sesuatu mengenainya dapat diketahui normal tidaknya fungsi dalam tubuh. Oleh karena itu, pelaksanaan praktikum ini sangat penting agar diketahui bagaimana cara memeriksa refleks fisiologis yang ada pada manusia.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor. [5]
Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin, atau batuk. [5]
Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima oleh set saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau mempersempit pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf penghubung berada di dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut. [5]
Unit dasar setiap kegiatan reflex terpadu adalah lengkung reflex. Lengkung reflex ini terdiri dari alat indra, serat saraf aferen, satu atau lebih sinaps yang terdapat di susunan saraf pusat atau di ganglion simpatis, serat saraf eferen, dan efektor. Pada mamalia, hubungan (sinaps) antara neuron somatil aferen dan eferen biasanya terdapat di otak atau medulla spinalis. Serat neuron aferen masuk susunan saraf pusat melalui radiks dorsalis medulla spinalis atau melalui nervus kranialis, sedangkan badan selnya akan terdapat di ganglion-ganglion homolog nervi kranialis atau melalui nervus cranial yang sesuai. Kenyataan radiks dorsalis medulla spinalis bersifat sensorik dan radiks ventralis bersifat motorik dikenal sebagai hokum Bell-Magendie.[1]
Kegiatan pada lengkung reflex dimulai di reseptor sensorik, sebagai potensial reseptor yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Potensial reseptor ini akan membangkitkan potensial aksi yang bersifat gagal atau tuntas, di saraf aferen. Frekuensi potensial aksi yang terbentuk akan sebanding dengan besarnya potensial generator. Di system saraf pusat (SSP), terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang, berupa potensial eksitasi pascasinaps (Excitatory Postsynaptic Potential=EPSP) dan potesial inhibisi postsinaps (Inhibitory Postsynaptic Potential=IPSP) di hubungan-hubungan saraf (sinaps). Respon yang timbul di serat eferen juga berupa repons yang bersifat gagal atau tuntas. Bila potensial aksi ini sampai di efektor, terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Bila efektornya berupa otot polos, akan terjadi sumasi respons sehingga dapat mencetuskan potensial aksi di otot polos. Akan tetapi, di efektor yang berupa otot rangka, respons bertahap tersebut selalu cukup besar untuk mencetuskan potensial aksi yang mampu menghasilkan kontraksi otot. Perlu ditekankan bahwa hubungan antara neuron aferen dan eferen biasanya terdapat di system saraf pusat, dan kegiatan di lengkung reflex ini dapat dimodifikasi oleh berbagai masukan dari neuron lain yang juga bersinaps p
ada neuron eferen tersebut. [1]
Lengkung reflex. Paling sederhana adalah lengkung reflex yang mempunyai satu sinaps anatara neuron aferen dan eferen. Lengkung reflex semacam itu dinamakan monosinaptik, dan reflex yang terjadi disebut reflex monosinaptik. Lengkung reflex yang mempunyai lebih dari satu interneuron antara neuron afern dan eferen dinamakan polisanptik, dan jumlah sinapsnya antara 2 sampai beberapa ratus. Pada kedua jenis lengkung reflex, terutama pada lengkung reflex polisinaptik. Kegiatan refleksnya dapat dimodifikasi oleh adanya fasilitas spasial dan temporal, oklusi, efek penggiatan bawah ambang (subliminal fringe), dan oleh berbagai efek lain. [1]
Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh direnggangkan, akan timbul kontraksi. Respons ini disebut reflex renggang. Rangsangannya adalah regangan pada otot, dan responnya berupa kontraksi otot yang direnggangkan. Reseptornya adalah kumparan otot (muscle spindle). Impuls yang timbul akibat peregangan kumparan otot yang dihantarkan ke SSP melalui sera-serat sensorik cepat yang langsung bersinaps dengan neuron motorik otot yang teregang itu. Neurotransmitter di sinaps yang berada di SSP ini adalah glutamate. Reflex-refleks regang merupakan contoh reflex monosimpatik yang paling dikenal dan paling banyak diteliti. [1]
Jika suatu otot keseluruhan diregangkan secara pasif, serat-serat intrafusal di dalam gelendong-gelendong otot juga teregang, terjadi peningkatan pembentukan potensial aksi di serat saraf aferen yang ujung-ujung sensoriknya berakhir di serat-serat gelendong yang teregang tersebut. Neuron aferen secara langsung bersinaps dengan neuron motorik alfa yang mempersarafi serat-serat ekstrafusal otot yang sama, sehingga terjadi kontraksi otot itu. Refleks regang (stretch reflex) ini berfungsi sebagai mekanisme umpan balik negative untuk menahan setiap perubahan pasif panjang otot, sehingga panjang optimal dapat dipertahankan.[2]
Contoh klasik reflex regang adalah reflex tendon patella atau knee-jerk reflex. Otot- otot ekstenson lutut adalah kuadriseps femoris, yang membentuk anterior paha dan melekat ke tibia (tulang kering) tepat di bawah lutut melalui tendon patella. Pengetukan tendon ini dengan sebuah palu karet akan secara pasif meregangkan otot-otot kuadriseps dan mengaktifkan reseptor-reseptor gelendongnya. Reflex regang yang terjadi menimbulkan kontraksi otot ekstensor ini, sehingga lutut mengalami ekstensi dan mengangkat tungkai bawah dengan cara yang khas. Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin sebagai penilain pendahuluan fungsi system saraf. Reflex patella yang normal mengindikasikan dokter bahwa sejumlah komponen saraf dan otot-gelendong otot, masukan aferen, neuron motorik, keluaran eferen taut neuromuskulus, dan otot itu sendiri-berfungsi normal. Reflex ini juga mengindikasikan adanya keseimbangan antara masukan eksitorik dan inhibitorik ke neuron motorik dari pusat-pusat yang lebih tinggi di otak.[2]
Tujuan utama reflex regang adalah menahan kecenderungan peregangan pasif otot-otot ekstensor yang ditimbulkan oleh gaya gravitasi ketika seseorang berdiri tegak. Setiap kali sendi lutut cenderung melengkung akibat gravitasi, otot-otot kuadriseps teregang. Kontraksi yang terjadi pada otot ekstensor ini akibat reflex regang dengan cepat meluruskan lutut, menahan tungkai tetap terkstensi, sehingga orang yang bersangkutan tetap berdiri tegak.[2]
Stretch dinamis dan statis Stretch Reflex. Itu refleks regangan dapat dibagi menjadi dua komponen: refleks peregangan dinamis dan reflex regangan statis. Dinamis adalah menimbulkan refleks regangan oleh menimbulkan sinyal dinamis ditularkan dari indra utama akhiran dari spindle otot, yang disebabkan oleh peregangan cepat atau unstretch. Artinya, ketika tiba-tiba otot diregangkan atau teregang, sinyal kuat ditularkan ke sumsum tulang belakang; ini seketika kuat menyebabkan refleks kontraksi (atau penurunan kontraksi) dari otot yang sama dari sinyal yang berasal. Jadi, fungsi refleks untuk menentang perubahan mendadak pada otot panjang. Refleks regangan yang dinamis berakhir dalam fraksi detik setelah otot telah menggeliat (atau awalnya) untuk panjang baru, tetapi kemudian yang lebih lemah statis refleks regangan terus untuk waktu yang lama setelahnya. Refleks ini diperoleh oleh statis terus-menerus sinyal reseptor ditularkan oleh kedua primer dan endings.The sekunder pentingnya peregangan statis refleks adalah bahwa hal itu menyebabkan tingkat kontraksi otot
tetap cukup konstan, kecuali jika sistem saraf seseorang secara spesifik kehendak sebaliknya.[3]
Yang sangat penting fungsi dari refleks regangan adalah kemampuannya untuk mencegah osilasi atau sentakan pada pergerakan mesin tubuh. Ini adalah fungsi meredam dam memperlancar seperti yang dijelaskan dalam paragraf berikut. Sinyal dari sumsum tulang belakang sering ditularkan ke otot dalam bentuk unsmooth, meningkatkan intensitas untuk beberapa milidetik, kemudian menurun intensitas, kemudian mengubah tingkat intensitas lain, dan begitu seterusnya. [3]
Refleks cahaya pada pupil adalah refleks yang mengontrol diameter pupil, sebagai tanggapan terhadap intensitas (pencahayaan) cahaya yang jatuh pada retina mata. Intensitas cahaya yang lebih besar menyebabkan pupil menjadi lebih kecil (kurangnya cahaya yang masuk), sedangkan intensitas cahaya yang lebih rendah menyebabkan pupil menjadi lebih besar ( banyak cahaya yang masuk). Jadi, refleks cahaya pupil mengatur intensitas cahaya yang memasuki mata. [4]
Refleks kornea, juga dikenal sebagai refleks berkedip, adalah tanpa sadar kelopak mata berkedip dari yang diperoleh oleh stimulasi (seperti menyentuh atau benda asing) dari kornea, atau cahaya terang, meskipun bisa akibat dari rangsangan perifer. Harus membangkitkan rangsangan baik secara langsung dan respons konsensual (tanggapan dari mata sebaliknya). Refleks mengkonsumsi pesat sebesar 0,1 detik. Tujuan evolusioner refleks ini adalah untuk melindungi mata dari benda asing dan lampu terang (yang terakhir ini dikenal sebagai refleks optik). [4]
Pemeriksaan refleks kornea merupakan bagian dari beberapa neurologis ujian, khususnya ketika mengevaluasi koma. Kerusakan pada cabang oftalmik (V1) dari saraf kranial ke-5 hasil di absen refleks kornea ketika mata terkena dirangsang. Stimulasi dari satu kornea biasanya memiliki respons konsensual, dengan menutup kedua kelopak mata normal.[4]
Refleks biseps tes refleks yang mempelajari fungsi dari refleks C5 busur dan untuk mengurangi refleks C6 derajat busur. Tes ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tendon palu untuk dengan cepat menekan tendon biceps brachii saat melewati kubiti fosa. Secara spesifik, tes mengaktifkan reseptor di dalam peregangan otot bisep brachii yang berkomunikasi terutama dengan C5 dan sebagian saraf tulang belakang dengan saraf tulang belakang C6 untuk merangsang kontraksi refleks dari otot biseps dan menyentakkan lengan bawah.[4]


BAB III

A. ALAT YANG DIBUTUHKAN
• Palu perkusi
• Lampu Senter
• Kapas
• Jarum

B. CARA KERJA
a. Refleks kulit perut
Orang coba berbaring telentang dengan kedua lengan terletak lurus di samping badan. Goreslah kulit daerah abdomen dari lateral kea rah umbilicus. Respon yang terjadi berupa kontraksi otot dinding perut.

b. Refleks kornea
Sediakanlah kapas yang digulung menjadi bentuk silinder halus. Orang coba menggerakkan bola mata ke lateral yaitu dengan melihat ke salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala. Sentuhlah dengan hati-hati sisi kontralateral kornea dengan kapas. Respon berupa kedipan mata secara cepat.

c. Refleks cahaya
Cahaya senter dijatuhkan pada pupil salah satu mata orang coba. Respons berupa konstriksi pupil holoateral dan kontralateral. Ulangi percobaan pada mata lain.

d. Refleks Periost Radialis
Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit dipronasikan. Ketuklah periosteum pada ujung distal os radii. Respons berupa fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi tangan.

e. Refleks Periost Ulnaris
Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan antara pronasi dan supinasi. Ketuklah pada periost prosessus stiloideus. Respons berupa pronasi tangan.

f. Stretch Reflex (Muscle Spindle Reflex=Myotatic Reflex)
1) Knee Pess Reflex (KPR)
Orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi sehingga kedua tungkai akan tergantung bebas atau orang coba berbaring terlentang dengan fleksi tungkai pada sendi lutut. Ketuklah tendo patella dengan Hammer sehingga terjadi ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadrisips.

2) Achilles Pess Reflex (ACR)
Tungkai difleksikan pada sendi lutut dan kaki didorsofleksikan. Ketuklah pada tendo Achilles, sehingga terjadi plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastronemius.

3) Refleks biseps
Lengan orang coba setengah difleksikan pada sendi siku. Ketuklah pada tendo otot biseps yang akan menyebabkan fleksi lengan pada siku dan tampak kontraksi otot biseps.

4) Refleks triseps
Lengan bawah difleksikan pada sendi siku dan sedikit dipronasikan. Ketuklah pada tendo otot triseps 5 cm di atas siku akan menyebabkan ekstensi lengan dan kontraksi otot triseps.

5) Withdrawl Reflex
Lengan orang coba diletakkan di atas meja dalam keadaa ekstensi. Tunggulah pada saat orang coba tidak melihat saudara, tusuklah dengan hati-hati dan cepat kulit lengan dengan jarum suntik steril, sehalus mungkin agar tidak melukai orang coba. Respons berupa fleksi lengan tersebut menjauhi stimulus.
PERLU DIPERHATIKAN:
1. Relaksasi sempurna: orang coba harus relaks dengan posisi seenaknya. Bagian (anggota gerak) yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang coba untuk mempertahankan posisinya.
2. Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai bila posisi dan letak anggota gerak orang coba diatur dengan baik.
3. Pemeriksa mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi tangan dengan kekuatan yang sama, yang dapat menimbulkan regangan yang cukup.


Refleks adalah jawaban motoric atas rangsangan sensorik yang diberikan pada kulit atau respon apapun yang terjadi secara otomatis tanpa usaha sadar. Dalam pemeriksaan refleks, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
- Relaksasi sempurna. Orasng coba harus relaks dengan posisi seenaknya. Bagian (anggota gerak) yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang coba untuk mempertahankan posisinya.
- Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai bila posisi dan letak anggota gerak orang coba diatur dengan baik.
- Pemeriksaan mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi tangan dengan kekuatan yang sama, yang dapat menimbulkan regangan yang cukup.
Ada pun arti penting refleks yaitu :
- Pemeriksaan refleks : bagian pemeriksaan fisis secara umum
- Pemeriksaan khususnya : pasien dengan lesi, UMN, LMN, atau orang yang ototnya sering lemas.
- Pemeriksaan neurologis : pemeriksaan motorik (motorik kasar dan motorik halus), pemeriksaan sensorik (raba, suhu, dll), pemeriksaan koordinasi tubuh, dan pemeriksaan nervus (fungsi nervus I – XII).
Pada manusia, ada dua jenis refleks yaitu refleks fisiologis dan patologis. Refleks fisiologis normal jika terdapat pada manusia, sebaliknya refleks patologis normal jika tidak terdapat pada manusia. Refleks fisiologis
Pada percobaan refleks kulit perut, orang coba berbaring terlentang dengan kedua lengan terletak lurus samping badan. Kulit di daerah abdomen dari lateral ke arah umbilikus digores dan respon yang terjadi berupa kontraksi otot dinding perut. Namun pada orang lanjut usia dan sering hamil, tidak terjadi lagi kontraksi otot dinding perut karena tonus otot perutnya sudah kendor.
Pada refleks kornea atau refleks mengedip, orang coba menggerakkan bola mata ke lateral yaitu dengan melihat salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala. Kemudian sisi kontralateral kornea orang coba disentuh dengan kapas yang telah digulung membentuk silinder halus. Respon berupa kedipan mata secara cepat.
Pada percobaan tentang refleks cahaya akan dilihat bagaimana respon pupil mata ketika cahaya senter dijatuhkan pada pupil. Ternyata repon yang terjadi berupa kontriksi pupil homolateral dan kontralateral. Jalannya impuls cahaya sampai terjadi kontriksi pupil adalah berasal dari pupil kemudian stimulus diterima oleh N. Opticus, lalu masuk ke mesencephalon, dan kemudian melanjutkan ke N . Oculomotoris dan sampai ke spingter pupil. Refleks cahay ini juga disebut refleks pupil.
Pada percobaan refleks periost radialis, lengan bawah orang coba difleksikan pada sendi tangan dan sedikit dipronasikan kemudian dilakukan pengetukan periosteum pada ujung distal os radii. Jalannya impuls pada refleks periost radialis yaitu dari processus styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian melanjutkan ke N. cranialis 6 sampai Thoracalis 1 lalu masuk ke n. ulnaris lalu akan menggerakkan m. fleksor ulnaris. Respon yang terjadi berupa fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi tangan.
Respon dari refleks periost ulnaris berupa pronasi tangan. Jalannya impuls saraf berasal dari processus styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian melanjutkan ke N. cranialis 5-6 lalu masuk ke n. radialis lalu akan menggerakkan m. brachioradialis.
Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh diregangkan akan timbul kontraksi. Respon ini disebut refleks regang. Rangsangannya adalah regangan pada otot, dan responnya berupa kontraksi otot yang diregangkan. Reseptornya adalah kumparan otot (muscel spindle). Yang termasuk muscle spindle reflex (stretcj reflex) yaitu Knee Pess Reflex (KPR), Achilles Pess Reflex (APR), Refleks Biseps, Refleks Triceps, dan Withdrawl refleks.
Pada Knee Pess Reflex (KPR), tendo patella diketuk dengan palu dan respon yang terjadi berupa ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadriseps. Pada Achilles Pess Refleks (APR), tungkai difleksikan pada sendi lutu dan kaki didorsofleksikan. Respon yang terjadi ketika tendo Achilles diketuk berupa fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastroknemius. Ketika dilakukan ketukan pada tendo otot biseps terjadi respon berupa fleksi lengan pada siku dan supinasi. Sedangkan jika tendo otot triseps diketuk, maka respon yang terjadi berupa ekstensi lengan dan supinasi.
Untuk mengetahui fungsi nervus, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, misalnya untuk memeriksa nervus IX (nervus glossopharingeus) dapat dilihat pada saat spatula dimasukkan ke dalam mulut, maka akan timbul refleks muntah, sedangkan nervus XII dapat dilakukan pemeriksaan pada lidah, dan beberapa nervus dapat diperiksa dengan malihat gerakan bola mata. Nervus penggerak mata antara nervus IV, abduscens, dan oculomotoris. Nervus XI (nervus accesoris) dapat diuji dengan menekan pundak orang coba, jika ada pertahanan, artinya normal.
Respon motorik kasar melibatkan seluruh koordinasi sistem saraf. Respon ini dapat dilihat saat orang diminta menunjuk anggota secara bergantian. Orang normal akan menunjuk dengan tepat, sebaliknya orang yang koordinasi sistem sarafnya tidak normal maka dia tidak akan menunjuk dengan tepat.

Pemeriksaan Neurologi
1. Fungsi Cerebral
Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan Glasgow Coma Scala (GCS) :

• Refleks membuka mata (E)
4 : Membuka secara spontan
3 : Membuka dengan rangsangan suara
2 : Membuka dengan rangsangan nyeri
1 : Tidak ada respon

• Refleks verbal (V)
5 : Orientasi baik
4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.
3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : Tidak keluar suara

• Refleks motorik (M)
6 : Melakukan perintah dengan benar
5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar
4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
3 : Hanya dapat melakukan fleksi
2 : Hanya dapat melakukan ekstensi
1 : Tidak ada gerakan

Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar = Compos mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCS-nya 3 (1-1-1)
Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X – 5 – 6. Bila ada trakheastomi sedang E dan M normal, penulisannya 4 – X – 6. Atau bila tetra parese sedang E an V normal, penulisannya 4 – 5 – X.
GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.

Derajat kesadaran :
Sadar : Dapat berorientasi dan berkomunikasi
Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal kemudian terlenan lagi. Gelisah atau tenang.
Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
Semi koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar (contoh mnghindri tusukan)
Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus

Kualitas kesadaran :
Compos mentis : bereaksi secara adekuat
Abstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
Bingung/confused:disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu
Delerium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak sesuai dengan kekacauan fikirannya.
Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa

Gangguan fungsi cerebral meliputi :
Gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan perilaku dan gangguan emosi

Pengkajian status mental / kesadaran meliputi :
GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.

2. Fungsi nervus cranialis
Cara pemeriksaan nervus cranialis :
a. N.I : Olfaktorius (daya penciuman) :
Pasiem memejamkan mata, disuruh membedakaan bau yang dirasakaan (kopi, tembakau, alkohol,dll)
b. N.II : Optikus (Tajam penglihatan):
dengan snelen card, funduscope, dan periksa lapang pandang
c. N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata):
Tes putaran bola mata, menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.
d. N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam):
sama seperti N.III
e. N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks kedip):
menggerakan rahang ke semua sisi, psien memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu dilakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapas
f. N.VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) :
sama sperti N.III
g. N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah ):
senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis mata, menutup kelopak mataa dengan tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan garam
h. N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ) :
test Webber dan Rinne
i. N.IX : Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterio lidah ):
membedakan rasaa mani dan asam ( gula dan garam)
j. N.X : Vagus (refleks muntah dan menelan) :
menyentuh pharing posterior, pasien menelan ludah/air, disuruh mengucap “ah…!”
k. N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus)
palpasi dan catat kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh pasien meutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.
l. N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah):
pasien suruh menjulurkan lidah dan menggrakan dari sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan pasien melawan tekanan tadi.

3. Fungsi motorik
a. Otot
Ukuran : atropi / hipertropi
Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan
Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi.

Derajat kekuatan motorik :
5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas
4 : Ada gerakan tapi tidak penuh
3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi
2 : Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi bumi.
1 : Hanya ada kontraksi
0 : tidak ada kontraksi sama sekali

b. Gait (keseimbangan) : dengan Romberg’s test

4. Fungsi sensorik
Test : Nyeri, Suhu,
Raba halus, Gerak,
Getar, Sikap,
Tekan, Refered pain.

5. Refleks
a. Refleks superficial
• Refleks dinding perut :
Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal, umbilikal, intra umbilikal dari lateral ke medial
Respon : kontraksi dinding perut

• Refleks cremaster
Cara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
Respon : elevasi testes ipsilateral
• Refleks gluteal
Cara : goresan atau tusukan pada daerah gluteal
Respon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral

b. Refleks tendon / periosteum
• Refleks Biceps (BPR):
Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.
Respon : fleksi lengan pada sendi siku

• Refleks Triceps (TPR)
Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi
Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku

• Refleks Periosto radialis
Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi
Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena kontraksi m.brachiradialis

• Refleks Periostoulnaris
Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi.
Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus


• Refleks Patela (KPR)
Cara : ketukan pada tendon patella
Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris

• Refleks Achilles (APR)
Cara : ketukan pada tendon achilles
Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius

• Refleks Klonus lutut
Cara : pegang dan dorong os patella ke arah distal
Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung

• Refleks Klonus kaki
Cara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut.
Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung

c. Refleks patologis
• Babinsky
Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
• Chadock
Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke anterior
Respon : seperti babinsky

• Oppenheim
Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal
Respon : seperti babinsky

• Gordon
Cara : penekanan betis secara keras
Respon : seperti babinsky

• Schaefer
Cara : memencet tendon achilles secara keras
Respon : seperti babinsky

• Gonda
Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4
Respon : seperti babinsky

• Stransky
Cara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5
Respon : seperti babinsky

• Rossolimo
Cara : pengetukan pada telapak kaki
Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal

• Mendel-Beckhterew
Cara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum
Respon : seperti rossolimo

• Hoffman
Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi

• Trommer
Cara : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respon : seperti hoffman

• Leri
Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan dengan bgian ventral menghadap ke atas
Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku

• Mayer
Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapk tangan
Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari
d. Refleks primitif
• Sucking refleks
Cara : sentuhan pada bibir
Respon : gerakan bibir, lidah dn rahang bawah seolah-olah menyusu

• Snout refleks
Cara : ketukan pada bibir atas
Respon : kontrksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung
• Grasps refleks
Cara : penekanan / penekanan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien
Respon : tangan pasien mengepal

• Palmo-mental refleks
Cara : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian thenar
Respon : kontaksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral)

Selain pemeriksaan tersebut di atas juga ada beberapa pemeriksaan lain seperti :
Pemeriksaan fungsi luhur:
1. Apraxia : hilangnya kemampuan untuk melakukan gerakan volunter atas perintah
2. Alexia : ketidakmampuan mengenal bahasa tertulis
3. Agraphia : ketidakmampuan untuk menulis kata-kata
4. Fingeragnosia: kesukaran dalam mengenal, menyebut, memilih dan membedakan jari-jari, baik punya sendiri maupun orang lain terutama jari tengah.
5. Disorientasi kiri-kanan: ketidakmampuan mengenal sisi tubuh baik tubuh sendiri maupun orang lain.
6. Acalculia : kesukaran dalam melakukan penghitungan aritmatika sederhana.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Refleks kulit perut berupa kontraksi otot dinding perut.
2. Refleks cahaya berupa kontriksi pupil homolateral dan kontralateral.
3. Refleks periost radialis berupa fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi tangan.
4. Refleks periost ulnaris berupa pronasi tangan.
5. Knee pess reflex, respon berupa ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadriseps.
6. Achilles pess refleks, respon berupa plantar rfleksi dari kaki dan kontraksi otot gastroknemius.
7. Refleks biseps berupa fleksi lengan pada siku dan kntraksi otot biseps.
8. Refleks trisep berupa ekstensi lengan dan kontraksi otot triseps.

B. SARAN
1. Sebaiknya perlengakapan lab diperbanyak sehingga praktikan dapat melakukan praktikum ini sendiri dengan bimbingan asisten.
2. Melibatkan langsung mahasiswa dalam proses praktikum agar mahasiswa dapat lebih paham.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood,Lauralee.2001.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.EGC
2. Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC
3. Guyton & Hall.2006.Text Book of Medical Phisiology.Elsevisier Saunders
4. http://en.wikipedia.org/wiki/Reflex

No comments: